BAB
I
RUANG
LINGKUP DAN TUJUAN PENGENDALIAN VEKTOR
A.
Ruang
Lingkup Pengendalian Vektor
Pengendaian vector penyakit menjadi prioritas dalam
upaya pengendalian penyakit karena potensi untuk menularkan penyakit sangat
besar, seperti lalat, nyamuk, tikus dan serangga lainnya . kegiatan
pengendalian vector dapat berupa penyemprotan, biological control, pemusnahan
sarang nyamuk dan perbaikan lingkungan.
Setiap tahunnya ratusan juta kasus yang disebabkan
oleh serangga siput binatang menggerak khususnya tikus menimbulkan tantangan
kesehatan masyarakat secara global penyakit karena vector bone diseases disadari berskisar sebanyak 17%, sebagai
prakiraan global dari infeksi infeksi. Penyakit yang umumnya ditularkan melalui
vector penyakit hospes intermedier termasuk DBD, Filariasis, Japanese
encephalitis, malaria dimana penyakit ini disebabkan oleh nyamuk , sehingga
pengendalian vector penyakit ini sangat penting, untuk memutuskan mata rantai
suatu penyakit.
B.
Tujuan
Pengendalian Vektor
1. Menurunkan
populasi vector serendah mungkin secara cepat sehingga keberadaanya tidak lagi
beresiko untuk terjadinya penularan penyakit disuatu wilayah
2. Menghindari
kontak dengan vector atau binantang pengganggu sehingga penularan penyakit
tidak terjadi
3. Menimalkan
gannguan yang disebabkan oleh binatang atau serangga pengganggu.
Kegiatan
pengendalian vector dan bianatang pengganggu :
-
Survey cepat
-
Metode pengendalian.
Pengendalian
vector dilakukan dari cara yang paling sederhana seperti perlindungan personal
dan perbaikan rumah sampai pada langkah langgkah yang lebih kompleks yang
membutuhkann partisipasi dari para ahli pengendalian dapat diklasifiaksikan
sebagai berikut :
a. Pengendalian
lingkungan breeding mengubah situs dengan mengeringkan atau mengisi situs,
pembuangan sampah secara teratur menjaga tempat penampungan menjadi bersih.
b. Pengendalian
secara mekanis
-
Menggunakan organisme hidup untuk
pengendalian larva seerti ikan yang makan larva ( misalnya : nila, ikan mas
hias, guppies ).
-
Bakteri yang menghasilkan racun terhadap
kesehatan
-
Pakis yang mengambang bebas yang
mencegah pembiakan dari lain lain.
c. Pengendalian
kimiaawi
-
Penggunaan repellants
Banyak masyarakat
terbiasa menggunakan berbagai bahan sebagai repellents ini efektif dan tidak
berbahaya mereka dianjurkan untuk menggunakannya dalam situasi darurat dan hal
ini sebenarnya sudah umum pada sebagian masyarakat untuk memakai repellants
yang terbukti manfaatnya.
-
Insektisida untuk penyemprotan (
dikhususkan untuk vector dewasa )
-
Larvacides untuk pengendalian larva.
Kesimpulan
Pengendalian
vector penyakit dan tikus suatu upaya untuk memutuskan mata rantai penyakit
yang disebabkan oleh vector atau biasa disebut dengan vector bone diseases,
yang dimana untuk menurunkan populasi vector dan tikus. Dengan cara cara atau
metode pengendalian baik secara kimia, fisik, atau mekanis dan bilogi.
|
Capaian Pembelajaran
:
1. Mahasiswa mampu memahami
pengertian pengendalian vector penyakit dan tikus
2. Mahasiswa mampu memahami tujuan
pengendalian vaktor penyakit dan tikus
3.
Mahasiswa
mampu memahami ruang lingkup pengendalian vector penyakit
|
BAB
II
PENGENDALIAN
VEKTOR TIKUS
A.
Pendahuluan
tikus dan mencit adalah hewan ( rodensia ) yang
lebih dikenal sebagai hama tanaman pertanian , perusak barang digudang dan
hewan pengganggu yang menjijikan diperumahan. Belum banyak diketahui atau
disadari bahwa kelompok hewan ini juga membawa, menyebarkan dan menularkan
berbagai penyakit kepada manuasia, hewan ternak dan hewan peliharaan. Rodensia
komensal yaitu rodensia yang hidup didekat tempat hidup atau kegiatan manuasia
ii perlu diperhatikan dalam penularan penyakit. Penyakit yang ditularkan dapat
disebabkan oleh infeksi dari berbagai agen penyakit dari kelompok virus,
rickettsia, bakteri, protozoa dan cacing. Penyakit tersebut dapat ditularkan ke
manusia melalui ludah, urin feces atau melalui gigitan dan ektoparasitnya
seperti pinjal. Tikus adalah binatang pengerat yang merugikan manusia terutama
karena merupakan salah satu binatang perusak didaerah pemukiman. Antara manusia
dengan tikus berlangsung hubungan saling mempengaruhi. Pokok persmasalahannya
adalah perjuangan untuk ekstensi, perebutan makanan dan penyebaran penyakit.
Dalam masalah kesehatan, tikus mempunyai andil dalam
menularkan beberapa penyakit, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Secara langsung yaitu melalui pengotoran makanan manusia dengan urine dan
fecesnya, sedangkan secara tidak
langsung yaitu melalui pinjal dan tungau tikus. Penyakit yang ditimbulkan oleh
tikus disebut sebagai Rodent Borne Diseases. Beberapa penyakit yang disebabkan
oleh tikus diantaranya adalah ; Penyakit Pes, Leptospiroses, Salmonelloses, Rat
bite fever dan Scrub typhus.
Dengan demikian kehadiran tikus disuatu wilayah
dapat mempengaruhi kesejahteraan hidup manusia. Hal ini akan tetap berlangsung
karena walaupun tikus dianggap sebagai musuh, tetapi dalam kenyataannya tikus
tetap mendapat tempat, karena adanya tempat tinggal manusia. Meskipun demikian
tikus dapat menimbulkan beberapa masalah yaitu masalah kesehatan, masalah knomi, maupun masalah gangguan
(Nuissancee).
B.
Bionic
Tikus dan Klasifikasi tikus
Kingdom :
Animalia
Filum :
Chordata
Sub filum :
Vertebrata
Kelas :
Mamalia
Sub kelas :
Theria
Infra kelas :
Eutheria
Ordo :
Rodentia
Sub ordo :
Myomorpha
Famili :
Muridae
Sub famili :
Murinae
Genus :
Bandicota, Rattus, Mus
Spesies : Bandicota indica, Rattus
norvegicus, Rattus – rattus diardii,
Rattus tiomanicus, Rattus argentiventer,
Rattus exulans, Mus
Musculus, Mus caroli.
C.
Morfologi, habitat, susunan, ciri
Identifikasi tikus
secara morfologi umum
-
Panjang kepala dan badan yaitu dari
moncong sampai anus disebut Head and Body ( H & B ).
-
Panjang ekor yaitu dari anus sampai
dengan ujung ekor disebut Tail ( T ).
-
Panjang telapak kaki belakang mulai dari
ujung tumit sampai dengan ujung kuku disebut Hinh Foot ( HF ).
-
Panjang telinga yaitu dari lakukan pada
dasar telinga sampai dengan ujung daun telinga disebut Ear ( E ).
-
Panjang tengkorak tikus, mulai dari
ujung tonjolan belakang sampai dengan ujung tulang hidung disebut Skull ( SK ).
-
Jumlah puting susu.
-
Berapa pasang bagian putting susu bagian
depan ditambah berapa pasang putting susu dibagian belakang disebut Mamae ( M ).
-
Membedakan tikus jantan dan betina Jantan
: - tidak ada mamae., ada scrotum, terlihat besar dan jelas.
-
Betina : - ada mamae,toidak ada scrotum.
-
Gigi – gerigi : 2 gigi seri tiap rahang.
-
Gigi seri berbentuk pahat, selalu aus,
dan perlu diasah.
-
Gigi taring tidak ada.
-
Antara gigi seri dan geraham terdapat
celah tanpa gigi, disebut diastema.
-
Diastema berfungsi agar bibir dapat
bertemu dibelakang gigi seri sehingga tikus
-
dapat menggigit terus tanpa memakannya.
Ciri morfologi secara
khusus.
a) Rattus – rattus diardii
• Mus rattus diardii
• Mus griseventer
Nama : Tikus rumah
Habitat : Hidup dirumah.
Tanda – tanda :
• Punggung warna coklat.
• Dada dan perut berwarna sawo matang,
abu – abu.
• Ekor seluruhnya berwarna gelap atau
hitam.
Morfologi :
• H & B : 125 – 205 mm
• T :
90 – 120 %
• HF :
31 – 39 mm
• E :
18 – 29 mm
• M :
2 + 3 = 10
b) Rattus tiomanicus
• Rattus jalorensis
• Rattus rattus neglectus
• Nus rattus rufescens
• Rattus rattus roenqi
• Rattus rattus alexandricus
Nama : Tikus pohon atau tikus kuning
Tanda – tanda :
• Punggung coklat.
• Dada, perut berwarna putih terang
atau putih susu atau kekuningan.
• Warna punggung dan dada, perut jelas
terlihat batasnya.
• Ekor semuanya berwarna gelap.
• Rambut lembut.
Habitat :
• Tidak terdapat dihutan.
• Hidup diladang – ladang yang ada
pohonnya.
• Hama kelapa sawit.
Morfologi :
• H & B : 130 – 180 mm
• T :
85 – 100 %
• HF :
28 – 33 mm
• E :
17- 20 mm
• M :
2 + 3 = 10
4
c) Rattus argentiventer
• Epimys rattus argentiventer
• Mus rattus neglectus
• Mus rattus brevicaudatus
• Diama
Tanda – tanda :
• Punggung coklat.
• Rambut warna gelap dan terang (
berbintik ).
• Dada dan perut berwarna abu – abu.
• Ekor seluruhnya berwarna gelap.
Habitat : Sawah, tegalan dengan
alang.
Morfologi :
• H & B : 145 – 210 mm
• T :
80 – 110 %
• HF :
28 – 33 mm
• E :
17 – 20 mm
• M :
3 + 3 = 12
d) Rattus norvegicus
• Rattus decumanus
• Mus norvegicus
Nama : Tikus got atau air.
Tanda – tanda :
• Punggung berwarna coklat.
• Dada dan perut berwarna abu – abu.
• Ekor berwarna gelap pada bagian atas
dan berwarna pucat pada bagian bawah, sehingga dua warna bercampur pada sisi
ekor.
Habitat : Di got dan pelabuhan.
5
Morfologi :
• H &B : 140 – 240 mm
• T :
80 – 115 %
• HF :
32 – 45 mm
• E :
20 – 23 mm
• M :
3 + 3 = 10
e) Rattus exulans
• Rattus concolor
Nama : Tikus rumah kecil.
Tanda – tanda :
• punggung berwarna coklat.
• Dada dan perut berwarna abu – abu.
• Rambut lembut.
Habitat : Sering masuk rumah
tetapi sarang diladang atau kebun yang
belum diolah.
Morfologi :
• H & B : 90 – 135 mm
• T :
90 – 110 %
• HF :
20 – 25 mm
• E :
14 – 17 mm
• M :
2 + 2 = 8
f) Bandicota indica
• Wirok besar atau hitam.
Tanda – tanda :
• Bentuk seperti tikus.
• Rambut badan berwarna abu – abu gelap
atau coklat.
• Rambut kasar.
• Ekor berwarna gelap semuanya.
Habitat : Umumnya didaerah
persawahan.
6
Morfologi :
• H& B : 200 – 300 mm
• T :
80 – 105 %
• HF :
42 – 52 mm
• M :
3 + 3 = 10
g) Mus musculus
Nama : Tikus kecil.
Tanda – tanda :
• Rambut lembut.
• Bagian punggung berwarna abu – abu
atau kecoklatan.
• Dada dan perut berwarna abu – abu.
• Ekor seluruhnya berwarna gelap.
Habitat : Dirumah dan
sekitarnya.
Morfologi :
• H & B : 60 – 90 mm
• T :
90 – 120 %
• HF :
14 – 17 mm
• E :
11 – 12 mm
• M :
3 + 2 = 10
h) Mus caroli ( mencit ladang )
• Morfologi Kualitatif
Tekstur tubuh lembut dan halus
Bentuk hidung kerucut
Bentuk badan slindris
Warna badan bagian punggung cokelat
kelabu
Warna badan bagian perut putih kelabu
Warna ekor bagian atas dan bagian bawah
cokelat hitam
Habitat pada sawah , ladang
• Morfologi kuantitatif
Bobot tubuh antara 30 - 85 gram
Panjang kepala dan badan antara 55 -
100 mm
Panjang ekor antara 45 - 90 mm
Panjang total antara 100 - 190 mm
Lebar daun telinga antara 9 - 12
mm
Panjang telapak kaki belakang 12 - 18
mm
Lebar gigi pengerat 1,5 mm
Jumlah puting susu 5 ( 3+2 )
Sifat, dan perilaku
umum
Kemampuan panca indera Vision
( penglihatan )
-
Tidak berkembang dengan baik dan buta
warna, semua terlihat berwarna kelabu.
-
Peka terhadap cahaya sehingga dapat
melihat benda dalam keadaan remang – remang : 10 meter untuk tikus dan 15 meter
untuk mencit.
-
Tertarik dengan warna kuning dan hijau
terang, yang sebagai warna kelabu.
-
Warna merah memudahkan untuk
mengendalikan tikus.
Smell ( penciuman )
-
Sangat baik terlihat sering menggerakkan
kepala dan berdengus bila membau pakan atau musuh.
-
Berguna untuk mencium urine dan sekresi
genitalia tikus betina yang sedang birahi dan mencari makan.
-
Dapat dimanfaatkan untuk menarik atau
mengusir tikus dalam penggunaan umpan ( senyawa kimia yang berbau mirip sekresi
birahi tikus betina ).
Hearing ( pendengaran
).
-
Sangat baik mempunyai dua puncak
pendengaran:
-
frekuensi 40 khz untuk tikus
-
frekuensi 20 khz untuk mencit.
-
Suara ultrasonic 100 khz untuk tikus.
-
Suara ultrasonic 90 khz untuk mencit.
-
Suara digunakan untuk komunikasi pada
saat berhubungan sex atau berkelahi.
-
Anak tikus umur 5 – 15 hari, frekuensi
suaranya 40 – 65 khz bila kehilangan induk atau ingin menyusui atau kedinginan.
-
Dapat mengusir tikus dengan bantuan
suara ultrasonic.
Taste (perasa )
-
Sangat baik, dapat membedakan rasa
pahit, beracun dan rasa tidak enak.
-
Dapat menolak umpan, baik makanan maupun
minuman. Oleh karena itu, umpan makanan sering tidak mematikan.
Touch ( peraba )
-
Sangat baik, melalui bulu ditubuhnya dan
kumis untuk menentukan arah tanda bahaya didalam kegelapan.
-
Kumis dan bulu berguna untuk
mengendalikan gerak – gerik tikus.
Kemampuan fisik
-
Digging ( menggali )
-
Untuk tikus yang bersifat terrestrial (
tidak bisa memanjat, ekornya pendek, telapak kakinya kecil dan halus ) mampu
menggali sampai 50 cm.
-
Untuk tikus R.norvegicus ( tikus riul )
bisa menggali sampai 200 cm.
Climbing ( memanjat )
-
Untuk tikus R.tiomanicus ( tikus pohon
).
-
Untuk tikus yang bersifat arboreal ( bisa
memanjat, ekornya panjang, telapak kakinya besar dan kasar ).
-
Ekornya berguna sebagai alat
keseimbangan pada waktu memanjat.
-
Tikus dapat menjatuhkan diri dari
ketinggian 15 meter.
Jumping ( melompat )
-
Tikus dapat melompat vertical setinggi
60 – 90 cm.
-
Rattus norvegicus ( riul ) bisa memanjat
secara vertical sampai 77 cm dan mencit 25 cm.
-
Tikus dapat meloncat horizontal sejauh
120 – 240 cm.
-
Rattus norvegicus ( riul ) dapat
meloncat horizontal 240 cm.
Gnawing ( mengerat )
-
Gigi tikus sangat panjang dan dapat
tumbuh 10 – 13 cm pertahun.
-
Tikus suka mengerat untuk mengasah
giginya.
-
Tikus dapat mengerat barang dengan
kekerasan sampai 5,5 skala kekerasan geologi.
-
Bahan yang dikerat berupa kayu,
bangunan, beton, aspal dan lain – lain.
-
Untuk barier ( penghalang ) dipakai
benda yang mempunyai kekerasan 5,5 skala kekerasa geologi.
Swimming dan diving (
berenang dan menyelam )
-
Dapat berenang sejauh 80 meter dan sukar
dibenamkan.
-
Lamanya berenang 50 – 72 jam dengan
suhu 35oC.
-
Kecepatan berenang 1,4 km/jam ( tikus ).
-
Kecepatan berenang 0,7 km/jam ( mencit
).
-
Kemampuan menyelam 30 detik.
Movement ( pergerakan )
-
Tikus selalu berjalan pada jalan yang
sama ( thigmotaxis ).
-
Jalannya tikus selalu searah dinding
vertical dan horizontal.
-
Pada saat kepepet dapat merubah kebiasaan
jalan.
-
Jarak tempuh ( home range ) 30 – 2—meter
bila makanan cukup, dapat 700 meter bila tidak tersedia makanan.
-
Pergerakan ditujukan untuk mencari
makan, minum, hubungan sex dan orientasi kawasan lingkungan sekitarnya.
-
Pergerakan tikus berguna dalam meletakkan
umpan tikus.
-
Waktu makannya pada malam hari (
nocturnal ).
-
Bila terlihat 1 ekor tikus berarti ada
20 – 30 ekor yang tidak tampak.
-
Tikus dapat meninggalkan sarang 20 – 40
meter.
Faktor biologi
-
Kegiatan tikus meningkat mulai umur 2 –
9 bulan.
-
Aktivitas seksual dimulai umur 2 – 4
bulan.
-
Masa kehamilan 21 – 23 hari.
-
Satu kali proses beranak selesai 60
hari.
-
Masa menyusui selama 4 minggu.
-
Timbul birahi kembali dari setelah 24 –
48 jam.
-
Dapat melahirkan sepanjang waktu tanpa
mengenal musim sepanjang ada makanan dan iklim stabil serta meningkat pada
musim hujan.
-
Satu beranak 3 – 12 ekor, ada yang
sampai 16 ekor karena uterus mampu menampug 18 ekor.
-
Rata – rata 6 ekor sekali beranak.
-
Selama hidup dapat melahirkan 3 – 6
kali.
-
Umur hidup rata – rata 1 tahun.
-
Bobot bayi tikus 4,5 – 6,5 gram.
-
Telinganya membuka 3 – 6 hari.
-
Matanya membuka 14 – 16 hari.
-
Gigi seri bawah muncul 10 hari.
-
Gigi seri atas muncul 11 hari.
Perilaku makan tikus
adalah sebagai berikut :
-
Tikus memakan segala makanan nabati
maupun hewani ( omnivora ).
-
Cenderung memakan serealia ( biji –
bijian ) seperti padi, jagung dan gandum.
-
Kebutuhan makanan 10 % dari bobot tubuh
untuk pakan kering atau 15 % dari bobot tubuh untuk pakan basah.
-
Kebutuhan air 15 – 30 ml per hari.
-
Untuk mencit makannya 20 % dari bobot
tubuh.
-
Kebutuhan airnya 3 mil per hari.
-
Dapat tidak makan selama 2 hari dan
tidak minum selama 4 hari.
-
Cara makannya dengan mencicipi sedikit,
setelah tidak ada reaksi ( aman ) baru dihabiskan.
-
Dalam pemberian umpan diberi umpan pembuka
untuk memancing tikus memakannya.
-
Tikus mudah curiga ( neophobia ).
-
Tikus haus dan lapar garakannya ceroboh
sehingga mudah ditangkap
Tanda keberadaan tikus
adalah sebagai berikut :
Ada beberapa tanda –
tanda keberdaan tikus yang dapat digunakan untuk mengetahui kehadiran tikus
antara lain sebagai berikut :
Bekas
Gigitannya
Bekas gigitan yang
ditinggalkan tikus biasanya pada benda yang terbuat dari kayu atau kain,,
seperti pada pintu, jendela, atau bekas –bekas kain
Alur
Jalan ( Run Ways )
Salah satu kebiasaan
tikus adalah selalu senang memakai jalan yang sama ( jalan antara sarang dan
tempat mencari makanan ) dan biasanya berjalan searah dengan dinding ( baik veertikal maupun horizontal ). Pada
umumnya bekas jalannya ( run way ) tikus terlihat kotor dan berminyak
Lubang
Terowongan ( Burrows )
Biasanya tikus membuat
lubang – lubang yang berguna untuk jalan masuk kedalam terowongan didalam
tanah, baik dalam tanah yang terbuka, dekat timbunan sampah, ditepi landasan,
dekat gudang – gudang yang langsung didirikan diatas tanah maupun di sepanjang
tepi selokan. Salah satu contoh adalah tikus jenis Norway rat senang membuat
terowongan atau membuat lubang diberbagai tempat
Bekas
Gesekan ( Rubmark )
Segala benda – benda
yang tersentuh oleh tikus biasanya selalu kotor dan berminyak
Kotoran
( Dropping )
Keberadaan feses tikus
dapat memberikan ciri apakah tikus tersebut masih terdapat disekitar tempat itu
atau sudah jauh. Biasanya dapat dilihat dari tanda – tanda kotoran tikus
tersebut, yaitu sebagai berikut:
1.
untuk kotoran yang baru bentuknya
lembek, mengkilap dan pada umumnya berwarna gelap
2.
untuk kotoran yang sudah lama bersifat
keras, kering, dan pada umumnya berwarna abu – abu
Lampu ultraviolet
dengan cahaya biruu putih dapat diguankan untuk mendeteksi keberadaan urine
tikus, aka tetapi dalam prakteknya hal ini masih sulit untuk dilaksanakan.
Bekas
Telapak ( Track Path )
Bekas kaki tikus dapat
dilihat dengan jelas. Jejak kaki yang lama selalu tertutup debu. Kaki belakang
tikus mempunyai lima jari kaki, sedangkan kaki muka mempunyai empat jari kaki.
Jejak kaki belakang lebih nampak dari kaki depan sedangkan ibi jari tidak
nampak
Tikus
Hidup Dan Tikus Mati ( Life And Death
Rat )
Untuk dapat melihat
tikus pada siang hari merupakan hal yang sulit karena merupakan hewan yang
aktif pada malam hari ( nocturnal ). Namun, jika populasi tikus sedang tinggi
pada siang hari pun dapat dijumpai tikus yang aktif mencari makan. Didalam
rumah kadang ditemukan tikus yang telah mati, disamping itu yang hidup yang
sedang berlari – lari di dalam rumah. Menunjukkan bahwa dalam rumah atau
didaerah tesebut terdapat tikus
Suara
( Voice ) Jika terdapat banyak tikus maka biasanya sering terdengar suara berlari
– lari dan mencicit diatas rumah, setelah hari gelap atau dikala mereka sedang
mencari makan didalam rumah
Sarang
( Nests )Sarang tikus terletak didalam lubang pada dinding pada pohon dan
tanaman lain.Salah satu hal yang paling
sulit dalam mengendalikan tikus adalah jika tikus tersebut bersarang didalam
sumber pakannya, misalkan pakan pada karung – karung serealia. Kehadiran tikus
ditempat tersebut sudah dideteksi. Untuk mendeteksi sarang tikus tersebut
apakah masih dihuni atau tidak, dapat dilakukan dengan cara menutupi semua
pintu sarang tersebut dengan gundukan tanah.
Faktor yang
mempengaruhi populasi tikus
Banyak hal yang mempengaruhi populasi tikus. Tetapi
sebelum mengetahui factor yang mempengaruhinya terlebih dahulu prinsip dasar
dari tikus tersebut.
Prinsip dasar :
-
Tikus kebiasaan menghuni berbagai bagian
disekitar hunian manusia seperti selokan, pertanian, sumber bahan makanan.
-
Ada kemampuan untuk mendukung kehidupan
tikus seperti tempat bersembunyi, sumber makanan dan minuman.
-
Untuk mengendalikan populasi tikus
tentunya harus menghilangkan suasana yang mendukung untuk kehidupan tikus.
Populasi tikus
dipengaruhio oleh :
a)
Population Forces.Kekuatan yang dapat
menentukan kelahiran, kematian dan perprndahan tikus dari daerah satu ke daerah
lain.
b)
Population Changers,Adanya keseimbangan
antara angka kelahiran dan kematian. Adanya persaingan sesama tikus dapat
menyebabkan kematian dan perpindahan tikus.
c)
Faktor pembatas Lingkungan physic, air
dan makanan, tempat sembunyi dan iklim (
hangat dan lembab sangat disukai tikus ).Predasi dan parasitisme, pengaruh
predator ( pemangsa ) dan parasit seperti manusia, anjing, burung, ular,
kucing, dll. Parasitisme dilakukan bakteri riketsia spervekate, protozoa, dan
cacing.Persaingan : sesama tikus seperti tikus selokan dengan tikus atap. Tikus
yang paling dominant dapat memangsa dan menggeser tikus yang lemah.
d)
Sanitasi lingkungan : sampah dan makanan
merupakan tempat yang mengundang tikus bila tidak ditangani dengan baik.
Pengaturan perabot yang rapih dan baik dapat mengurangi tempat persembunyian
tikus.
Hubungan tikus dengan
manusia
Tikus selalu menyertai manusia pada sebagian besar daerah
didunia ini. Kehadirannya disuatu wilayah banyak mempengaruhi kesejahteraan
hidup manusia karena dapat menimbulkan beberapa masalah kesehatan, ekonomi
maupun masakah gangguan.
Masalah kesehatan yang di timbulkan oleh tikus
adalah sebagai berikut :
1.
Penyakit Pes.
Disebabkan
oleh Pasteurella pestis. Hewan penular penyakit ini adalah pinjal Xenopsilla
ceopis dan Pulax iritans. Hostnya adalah Rattus – rattus diardii.
2.
Leptospirosis.
Penyebabnya
adalah Leptospira. Didalam pinjal tikus, leptospira ini berkembang biak dan
dikeluarkan melalui urine dan akan tetap hidup beberapa waktu lamanya pada
tanah yang basah ataupun berair. Penularan terhadap manusia dapat terjadi
melalui selaput lendir ataupun melalui luka. Leptospirosis sering terjadi pada
buruh – buruh tambang, pekerja saluran air, dealer ikan dan unggas serta
pekerja pemotong hewan.
3.
Salmonelloses
Penyebabnya
adalah Salmonella salmonelloses, merupakan penyakit akut saluran pencernaan.
Penyebarannya melalui pengotoran air dan makanan oleh kotoran tikus yang
didalamnya mengandung salmonella.
4.
Rat Bite Fever
Penyebabnya
Stretobacillus moniliformis. Bakterinya berada pada gusi beberapa tikus dan
ditularkan dari tikus kepada manusia dengan gigitannya.
5.
Scrub thypus
Penyebabnya
adalah Rickettsia orientalis. Perantaranya tungau Trombicula akumushi dan
Trombicula deliensis. Kedua jenis Trombicula tersebut pada stadium dewasa hidup
bebas ditanah. Bila Trombicula terkena rickettsia, maka penyebab penyakit ini
akan berkembang biak terbawa pada telur dan anak – anaknya. Larva yang baru
menetas dalam keadaan lapar ini dapat mencari penjamu baru, yang mungkin dapat
kepada manusia karena tidak menemukan tikus. Vektornya tikus Rattus – rattus
diardii.
Masalah
ekonomi
-
Merusak barang – barang dan perabotan
rumah tangga karena suka menggigit untuk mengasah gigi – gigimya agar tetap
tajam.
-
Merusak bahan makanan dan bahan pakaian.
-
Kualitas bahan atau barang – barang
seperti pengotoran oleh kotoran tikus, bulu dan urinenya.
-
Dapat menimbulkan kebakaran yang
disebabkan oleh kabel – kabel listrik yang digigit.
-
Menyebabkan susut bahan pangan.
Masalah gangguan ( Nuissance )
Tikus seringkali menimbulkan gangguan baik
yang disebabkan oleh bentuk fisiknya maupun oleh aktifitas yang dilakukannya.
Gangguan yang ditimbulkan oleh tikus diantaranya adalah gangguan pendengaran
karena suaranya maupun oleh suara yang dihasilkan oleh aktifitasnya. Pada waktu
malam hari tikus atap sering membuat gaduh pada atap – atap rumah sehingga bagi
penghuni sedang beristirahat akan merasa terganggu pendengarannya ( berisik ).
Dipandang dari segi keindahan, tikus dapat
dianggap sebagai binatang yang kotor dan menjijikkan, sehingga kehadiran tikus
dilingkungan manusia dianggap sebagai binatang yang tidak menarik. Bagi
beberapa orang, tikus dapat pula menimbulkan gangguan kejiwaan karena perasaan
ngeri dan takut. Juga bau kencing yang disebnabkan oleh kencing tikus
seringkali menggangu indera penciuman.
Upaya
Pengendalian
Perbaikan sanitasi
lingkungan.
-
Penyimpanan sampah ( storage of refuse )
-
Sarana hendaknya cukup untuk menampung
seluruh sampah 1 hari.
-
Penyimpanan barang yang berguna (
storage of usable materials ).
-
Disusun dengan benar dan rapih dan
khusus. Bahan makanan hendaknya dibungkus, dan diletakkan pada rak dengan
ketinggian 30 – 45 cm dari lantai.
-
Bahan makanan hendaknya disimpan pada
tempat tertutup.
-
Penyusunan dirak hendaknya teratur,
rapih, bersih agar tidak menjadi tempat persembunyian tikus.
-
Untuk bahan makanan hendaknya dibungkus
dan disimpan pada tempat tertutup atau container logam.
-
Bagian tepi dekat dinding diberi cat
putih selebar 15 cm untuk mengetahui ada tidaknya kotoran tikus, bekas
kaki,dll.
-
Kebersihan dan pemeriksaan dilakukan
secara teratur untuk menemuikan perindukan tikus.
-
Pengumpulan sampah ( collection of refuse )
-
Pengumpulan sampah RT 2 X seminggu namun
sebaiknya setiap hari untuk menghindari keberadaan tikus dan lalat.
-
Pembuangan sampah Cara pembuangan sampah
dengan menimbun saniter ( sanitary land field ) dapat menghambat perkembangan
populasi tikus.
Pembunuhan tikus
Cara pembunuhan tikus
dapat dalaksanakan dan berdaya guna apabila dilakukan sebagai berikut Sebelum
dilakukan pembersihan atau kegiatan sanitasi lain nya untuk mencegah
perpindahan tikus.Sesudah pendebuan DDT 10 % atau insektisida lainnya untuk
menurunkan populasi tikus.Sesudah melakukan Rat proofing pada bangunan.Segara
untuk merangsang minat pengendalian tikus dimasyarakat.Pembunuhan tikus akan
berdaya guna bila disertai peningkatan sanitasi lingkungan, sebab :
-
Angka kelahiran tikus cukup tinggi.
-
Harus berkesinambungan dan biaya mahal.
-
Penggunaan racun terus menerus
menyebabkan penolakan terhadap umpan.
Usaha pembunuhan tikus
dilakukan dengan cara:
-
Peracunan Biasanya dilakukan bersamaan
dengan umpan sehingga disebut pengumpan racun. Racun yang digunakan adalah :
Racun bekerja lambat: Golongan anti
coagulan dan red squill ( walfarin, pivel fumarin, dpiachinone dengadosis tunggal).Racun
ini dimakan beberapa hari sebelum menimbulkan keaktifan ( perdarahan dilambung
tikus ).
Racun yang bekerja cepat:Racun ini dapat
membunuh dalam beberapa jam, dan baik dikerjakan pada lokasi yang banyak tikus.
Sering menimbulkan keengganan pad tikus untuk memakannya sehingga racun ini
tidak dapat digunakan secara langsung dalam wujud murninya, tapi harus zat
pembawa seperti nasi, gandum, ikan. Dan untuk merangsang dapat dicampur minyak
kacang, gula tepung jagung, dll.
Kesimpulan :
1. Tikus merupakan vector binatang pengganggu dimana
keberadaaannya dapat menularkan atau sebagai host penyakit seperti penyakit
pes leptospirosis, scrub thypi
2. Morfologi tikus dan bionomic tikus
3. Perilaku tikus
4. Jenis jenis tikus
5. Upaya pengendalian tikus dan ektoparasit yang ada
di dalam tubuh tikus
|
Tugas Mahasiswa :
1. Buat diskusi tentang beberapa tekhnik pengendalian
tikus dibuat makalah
Capaian
pembelajaran
1. Mahasiswa mampu memehami jenis penyakit yang
disebabkan oleh tikus
2. Mahasiswa mampu memahami morfologi tikus
3. Mahasiswa mampu memahami jenis dan upaya
pengendalian tikus.
|
BAB
III
PENGENDALIAN
VEKTOR LALAT
A.
Pendahuluan
Lalat
merupakan salah satu arthropoda yang termasuk dalam ordo diptera, lalat juga
berperan sebagai vector yang memindahkan dan menyebarkan penyakit terutama
penyakit yang menyerang saluran pencernaan. Lalat ini memperoleh sumber
penyakit dari sampah – sampah atau tinja manusia. Untuk mengurangi penyebaran
penyakit yang diakibatkan oleh lalat Maka diperlukan upaya untuk pegendalian
lalat.
Pengendalian
adalah suatu upaya untuk menekan populasi lalat sampai batas yang tidak
membahayakan manusia. Dan sebelum melakukan upaya – upaya pengandalian lalat
maka terlebih dahulu kita harus mengetahui tentang lalat mulai dari taksonomi,
morfologi siklus hidup, prilaku. Pengendalian lalat bisa dilakukan dengan cara
mekanik, biologi fisik dan kimia.
a.Tujuan
Adapun
tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1.Untuk mengetahui morfologi tubuh
lalat.
2.Untuk mengetahui siklus hidup dan
perilaku lalat.
3.Untuk mengetahui peranan lalat
terhadap kesehatan manusia.
4.Untuk mengetahui cara pengendalian
lalat sehingga bisa mengurangi populasi lalat.
B. Morfologi
Lalat Secara Umum
2.1.1 Morfologi
lalat
Tubuh
lalat terdiri dari tiga bagian yaitu cephalon ( kepala ), Thorax ( dada ) dan
abdomen ( perut ), tiap bagian – bagian tersebut terdapat batas-batas yang jelas.
☺ Kepala (cephalon), terdapat antenna,
alat-alat mulut, mata majemuk ( facet) dan mata tunggal (ocelli).
☺ Dada (thorax), terdiri dari tiga
segmen, yaitu prothorax, mesothorax dan metathorax dengan masing-masing
sepasang kaki, muka tengah dan belakang kaki (enam kaki). Pada bagian
mesothorax dan metathorax terdapat masing-masing sepasang sayap dan terdapat sayap
yang rudimeter. Kaki bersegmen dari pangkal ujung terdiri dari : Coxa,
trocanter, femur, tibia, tarsus dan pretarsus. Sayap terdiri dari urat sayap
(vein) dan sisik (wing scale). Urat-urat terdiri dari costa, subcosta, radius,
media, cubitus dan anal. Pada pinggir sayap terdapat jumbai (frange).
☺ Perut (abdomen), pada umumnya
terdiri dari 10 – 11 segmen tanpa kaki. Segmen ke 8, 9 dan 10 membentuk
alat-alat genital (kelamin).
Badan serangga dilapisi oleh kulit yang
keras yang dinamakan chitin (terbuat dari zat kapur dan zat tanduk) yang
berfungsi sebagai rangka luar (eksoskelet). Di antara kulit-kulit yang keras
dihubungkan dengan lapisan yang lunak atau lentur, sehingga serangga dapat
bergerak dengan bebas. Pada kulit terdapat sisik, rambut-rambut dan duri-duri.
Lapisan yang mengeras disebut sklerit yang terdiri dari :
© Bagian dorsal (punggung), disebut
tergit
© Bagian ventral (dada), disebut
sternit
© Bagian lateral (samping), disebut
pleurit
C. Siklus
Hidup Lalat
Lalat
adalah insekta yang mempunyai metamorfosa yang sempurna dengan stadium telur,
larva, kepompong, dan stadium dewasa. Perkembangan lalat memerlukan waktu
antara 7 – 22 hari, tergantung dari suhu dan nutrisi yang tersedia. Lalat
betina umumnya dapat menhasilkan telur pada usia 4 – 8 hari dengan 75 – 150
butir sekali bertelur. Semasa hidupnya, seekor lalat bertelur 5 – 6 kali.
1. Telur
Telur diletakan pada bahan-bahan
organic yang lembab (sampah, kotoran binatang, dll) pada tempat yang tidak
langsung terkena sinar matahari. telur berwarna putih dan biasa menetas setelah
8 – 30 jam, tergantung dari suhu sekitarnya.
2. Larva
Instar
I : Telur yang jadi menetas,
disebut instar I.
berukuran panjang 2 mm, berwarna putih, tidak bermata dan berkaki sangat
reaktif dan ganas terhadap makanan, setelah 1 – 4 hari melepas kulit dan keluar
menjadi instar II.
Instar
II : Ukuran besarnya 2 kali instar
I, sesudah satu sampai beberapa hari, kulit mengelupas menjadi instar III
Instar III :
Larva berukuran 12 mm atau lebih, tingkat ini memakan waktu 3- 9 hari.
3. Pupa (Kepompong)
Pada masa ini, jaringan tubuh larva
berubah menjadi jaringan tubuh dewasa. stadium berlangsung 3 – 9 hari. Suhu
yang disukai ± 350 C. Setalah stadium ini selesai, melalui celah
lingkaran pada bagian anterior keluar lalat muda.
Proses pematangan menjadi lalat
dewasa ± 15 jam, dan setelah itu siap untuk mengadakan perkawinan. Seluruh
waktu yang diperlukan 7 – 22 hari. Tergantung pada suhu setempat, kelembaban
dan makanan yang tersedia. Umur lalat dewasa dapat mencapai 2 – 4 minggu.
2.1.3 Sifat dan Perilaku Lalat
Lalat
mempunyai siafat dan perilaku, diantaranya :
@ Tertarik pada cahaya (fototrofik)
@ Suka hidup pada tempat yang kotor
dan penciumannya sangat sensitive terhadap bau.
@ Aktif mencari makan pada siang hari
(diurnal)
@ Terjadi perkawinan pada hari kedua
@ Mulutnya tidak bisa menggigit /
menusuk, tetapi hanya bisa menghisap
@ Bersarang di tempat yang gelap
@ Selalu hinggap pada benda yang
berbentuk tajam / menyudut seperti kawat, tali jemuran, dll.
@ Mulai bertelur pada umur 4 – 20 hari
@ Seekor lalat betina bertelur 4 -5
kali, sekali bertelur jumlahnya 100 – 120 butir.
2.1.4 Pola Hidup Lalat
1. Tempat Perindukan
Tempat
yang disenangi lalat adalah tempat basah, benda-benda organic, tinja, sampah
basah, kotoran binatang, tumbuh-tumbuhan busuk. Kotoran yang menumpuk secara
komulatif sangat disenangi oleh lalat larva lalat, sedangkan yang tercecer yang
dipakai sebagai tempat berkembang biak lalat.
2. Tempat Istirahat
Pada siang
hari, bila lalat tidak mencari makan mereka akan beristirahat pada lantai,
dinding, langit-langit, jemuran pakaian, rumput-rumput, kawat listrik, serta
tempat-tempat dengan yang tepi tajam dan permukaannya vertical.
3. Biasanya tempet istiharat ini
terletak berdekatan dengan tempat makanannya atau tempat berkembang biaknya,
biasanya terlindung dari angin. Tempat istirahat tersebut biasanya tidak lebih
dari 4,5 meter di atas permukaan tanah
4. Jarak Terbang
Jarak
terbang sangat tergantung pada adanya makanan yang tersedia, rata-rata 6 – 9
km. Kadang-kadamg dapat mencapai 19 – 20 km dari tempat berkembang biak.
5. Kebiasaan Makan
Lalat
dewasa sangat aktif sepanjang hari, dari makanan yang satu ke makanan yang
lain. Lalat sangat tertarik pada makanan yang dimakan oleh manusia sehari-hari,
seperti gula, susu dan makanan lainnya, kotoran manusia serta darah. Sehubungan
dengan bentuk mulutnya, lalat hanya makan dalam bentuk cair atau makan yang
basah, sedangkan makanan yang kering dibasahi oleh ludahnya terlebih dahulu
lalu dihisap.
6. Umur Lalat
Pada musim
panas, berkisar antara 2 – 4 minggu. Sedangkan pada musim dingin bisa mencapai
70 hari.
7. Temperatur
Lalat
mulai terbang pada temperature 150C dari aktifitas optimumnya pada
temperature 210C. Pada temperatur di bawah 7,50C tidak
aktif dan diatas 450C terjadi kematian.
8. Kelembaban
Kelembaban
erat kaitannya dengan temperature setempat.
9. Cahaya
Lalat
merupakan serangga yang bersifat fototrofik, yaitu menyukai cahaya. Pada malam
hari tidak aktif, namun dapat aktif dengan adanya sinar buatan.
2.2 Jenis-Jenis Lalat
2.2.1 Lalat
Rumah ( Musca domestica )
a.
Taksonomi Lalat Rumah ( Musca
domestica )
Kingdom : Animal
Filum : Arthropoda
Kelas : Hexapoda
Ordo : Dipthera
Famili : Muscidae
Genus : Musca
Spesies : Musca domestica
b.
Morfologi Tubuh Lalat Rumah ( Musca
domestica )
Lalat
rumah mempunyai ciri – ciri, yaitu sebagai berikut :
a. Antenna mempunyai tiga segmen, mata
terpisah
b. Sayapnya mempunyai 4 longitudinal
line yang jalan masuk ke atas sampai garis longitudinal ke tiga (ujung)
c. Pada thorax terdapat 4 garis hitam
dan satu garis hitam medial pada abdomen dorsal ( punggung )
d. Pada abdomen punggung terdapat garis
hitam medial
e. Vein ke empat pada sayap berbentuk
sudut
f. Berukuran 5,5 – 7,5 mm
g. Tubuh lalat jantan lebih kecil dari
lalat betina
h. Berwarna hitam kelabu
i.
Lalat
rumah bersifat nonaquatik.
j.
Mulutnya
tidak dapat dipakai menggigit atau menusuk tetapi hanya bisa dipakai mengisap
barang yang cair saja.
k. Metamorposis sempurna
l.
Hidupnya
cosmopolitan (ditemukan di sekitar rumah-rumah dekat dengan sampah dan
tempat-tempat kotor)
c.
Siklus Hidup Lalat Rumah (
Musca domestica )
Selama dalam siklus hidupnya lalat ini
mempunyai empat stadium yaitu :
1. Stadium Telur
« Stadium ini lamanya 12 – 24 jam.
« Bentuk telur lonjong bulat dan
berwarna putih,
« Besarnya telur 1 - 2 mm ( 0.8 – 1 )
telur
« Telur dikeluarkan oleh lalat betina
sebanyak 150 – 200 butir ( 120 – 150 mm )
« Lamanya stadium ini dipengaruhi oleh
panas dan kelembaban. semakin panas maka semakin cepat dan sebaliknya. Suhunya 100C dan
sinar lembayung atau biru.
2. Stadium Larva
« Stadium larva terdiri dari 3
tingkatan
I.
Setelah
keluar dari telur, belum banyak bergerak
II.
Tingkat
dewasa, banyak bergerak
III.
Tingkat
terakhir, tidak banyak bergerak
« Bentuk larva bulat panjang dengan
warna putih kekuning – kuningan, keabu – abuan, mempunyai segmen sebanyak tiga
belas dan panjangnya ± 8 mm ( 2 mm )
« Larva selalu bergerak dan makan dari
bahan – bahan organic yang terdapat di sekitarnya.
« Pada tingkat terakhir larva
berpindah ke tempat yang kering dan sejuk untuk berubah menjadi kepompong.
Lamanya stadium ini 2 – 8 hari atau 2 - 5 hari tergantung temperatur
sekitarnya.
« Larva ini mudah terbunuh dengan
temperature 370C
3. Stadium Pupa
« Lamanya stadium ini 2 – 8 hari ( 4-
5 hari ) tergantung temperatur setempat
« Betuk bulat lonjong dengan warna
coklat hitam
« Stadium ini kurang bergerak ( tak
bergerak sama sekali ).
« Panjangnya ± 5 mm ( 8 – 10 mm ).
« Mempunyai selaput luar yang keras
yang disebut chitine.
« Dibagian depan terdapat spiracle
yang disebut posterior spiracle yang
berguna untuk menentukan jenisnya.
4. Stadium Dewasa
« Stadium ini adalah satadium terakhir
yang sudah berbentuk serangga yaitu lalat.
« Dari stadium telur sampai stadium
dewasa memakan waktu 7 hari atau lebih tergantung pada keadaan sekitar dan
macam lalat
« Biasanya 8 – 20 hari ( 14 hari )
« Umur lalat dewasa antara 1 – 2 bulan ada juga yang 6 bulan sampai 1 tahun.
d. Pola Hidup Lalat Rumah ( Musca domestica )
1. Cara Bertelur
ò Masa bertelur 4 – 20 hari
ò Seksual maturity 2 – 3 hari
ò Pada umumnya perkawinan lalat
terjadi pada hari kedua sampai ke 12 sesudah keluar dari kepompong.
ò Dua tiga hari kemudian sesudah kawin
baru bertelur yang jumlahnya sekali bertelur 100 – 150 butir .
ò Dan setiap betina dapat bertelur 4 –
5 kali seumur hidupnya.
2. Cara Makan
ò Makanan utama bagi lalat adalah
benda – benda cair ( ada zat gula ) dan untuk benda – benda yang keras di
cairkan terlebih dahulu dengan air ludahnya supaya bisa dihisap
ò Pada waktu makan sering kali memuntahkan
sebagian makanannya sehingga memungkinkan untuk penyebaran kuman penyakit.
ò Cara hinggap
ò Lalat suka hinggap ditempat kotor
seperti tanah, lantai, dan jarang sekali hinggap didinding
ò Pada siang hari yang panas sering
hinggap ditempat yang sejuk oleh karena itu rumah yang berada disekitar tempat
pembuangan sampah paling banyak terdapat lalat.
ò Pada malam hari sering hinggap di
semak belukar di luar rumah dan apabila udara dingin akan berada di dalam rumah
dan hinggap di tali – tali jemuran.
3. Cara Terbang
Lalat tidak suka terbang terus –
menerus sehingga sering mampir menurut penyelidikan jarang terbang pada daerah
padat penduduknya tidak lebih dari ½ km tetapi ada juga yang melaporkan lebih
dari 20 km
4. Tempat Berkembang biak dan Istirahat
Tempat
yang disenangi lalat untuk berkembang biak umumnya pada sampah basah, kotoran
manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan yang membusuk. Lalat rumah beristirahat
pada temperature tertentu. Pada siang hari, bila lalat tidak mencari makan
mereka akan beristirahat pada lantai, dinding, langit-langit, jemuran pakaian,
rumput-rumput, kawat listrik, serta tempat-tempat dengan tepi yang tajam dan
permukaannya vertical.
5. Umur Lalat Rumah
Umur lalat
rumah tergantung pada nutrisi dan air yang tersedia. Selain itu, pada musim
panas umur lalat berkisar antara2 – 4 minggu, sedangkan pada musim dingin dapat
mencapai 70 hari.
6. Peranan Lalat Dalam Kesehatan
Lalat rumah dapat menularkan penyakit
secara mekanik, karena dapat membawa kuman-kuman penyakit melalui :
a. Kaki, buku-buku dan mulut bagian
luar
b. Dalam alat pencernaan yang
dikeluarkan dalam muntahan atau tinja.
Lalat rumah dikenal sebagai salah vector demam typhoid, disentri, anthrax dan
beberapa bentuk konjungtininas, tidak menggigit.
2.2.2 Lalat Buah ( Tephirini sp)
a.
Taksonomi Lalat Buah ( Tephirini sp)
Kingdom : Animal
Filum : Arthropoda
Kelas : Hexapoda
Ordo : Dipthera
Famili : Tephiritidae
Genus : Tephiritia
Spesies : Tephirini sp
b.
Morfologi Lalat Buah ( Tephirini
sp)
ô Warna tubuhnya cerah dari kebanyakan
mempunyai pola – pola warna tertentu, seperti warna kuning, coklat tua, coklat
merah, hitam dan abu – abu.
ô Kepala berbentuk bulat lonjong dan
merupakan tempat melekatnya antenna dan tiga ruas dan dapat di bedakan erdasarkan
cirri lain yang berupa bercak hitam pada bagian depan wajah atau warna tetentu
pada kepala.
ô Ukuran lalat buah sedikit lebih
besar dari pada lalat rumah
ô Metamirfosis sempurna
ô Rongga dada ( thorax ) mempunyai
ciri khas tertentu yaitu berupa garis kuning ditengah ( median ), garis pinggir
( lateral ) berwarna kuning dimasing – masing sisi laterox-dorsal skutum. Dari
arah dorsal tampak warna dasar skutum yaitu hitam atau hitam keabu – abuan pada
bagian tertentu. Sayap lalat buah biasanya mempunyai bercak – bercak pada
bagian posterior. Bercak – bercak tersebut menutupi vena costa serta sub costa
serta vena – vena lainnya.
ô Rongga perut ( Abdomen ) lalat buah
kebanyakan berwarna coklat tua. Meskipun demikian, ada beberapa jenis lalat
buah yang abdomenya berwarna hitam atau Abu – abu. Selain itu terdapat pekten
yaitu sekelompok bulu – bulu mirip sisir yang terdapat pada ternit ruas ke tiga
abdomen beberapa genus lalat buah jantan.Selain itu pada ternit ke lima abdomen
lalat buah terdapat sepasang bercak berbentuk bulat dengan warna khas yang
disebut ceromata.
c.
Siklus Hidup Lalat Buah ( Tephirini
sp)
a. Stadium telur
Ä Berwarna putih bening sampai kream,
dan berubah menjadi lebih tua mendekati saat menetas.
Ä Pada umunya telur berbentuk bulat
lonjong seperti pisang dengan ujung meruncing. Panjang telur lalat buah sekitar
1,2 mm dengan lebar 0,2 mm tergantung spesiesnya.
Ä Telur diletakan di bawah kulit buah.
tempat peletakan telur di tandai dengan cekungan kecil berwarna gelap. Telur –
telur tersebut akan terlihat apabila cekungan kecil yang di belah dengan pisau
diamati di bawah mikroskop.
Ä Induk lalat buah meletakan antara 2
– 15 butir setiap priode. Setiap lalat betina mampu meletakan sekitar 800 butir
telur selama masa peletakan telur. Telur tersebut akan menetas kira – kira 2
hari setelah diletakan oleh induknya.
b. Stadium Larva
Ä Larva lalat buah mempunyai nama
daerah sindat, singgat atau set.
Ä Larva berwarna putih kekuning –
kuningan dengan panjang sekitaar 10 mm.
Ä Bagian depan tubuhnya meruncing lebih
sempit daripada bagian belakang tubuh yang membesar dan papak seperti teropong.
Ä Larva dapat begerak dengan bantuan
beberapa kaki palsu yang berbentuk tonjolan di bagian ventral tubuhya.
Ä Lalat buah melewati instar III dalam
waktu antara 7 – 10 hari. Larva masak dan siap berpupa memiliki kemampuan
melompat, larva masak ini mempunyai warna tubuh yang lebih gelap ( kuning tua )
dari pada instar sebelumnya.
Ä Selanjunya larva akan menjatuhkan
diri kedalam tanah membentuk puparium dari kulit larva terakhirnya dan berupa
lalat berpupa di dalam tanah.
c. Stadium Pupa
Ä Pupa lalat buah berada di dalam
puparium berbentuk tong dan berwarna coklat tua.
Ä Perkembangan pupa membutuhkan waktu
sekitar 18 hari dan lamanya sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah. Pada tanah
yang lebih lembab dan aerasi baik, perkembangan pupa membutuhkan waktu yang
lebih singkat.
d. Stadium Lalat Dewasa
Ä Populasi lalat pada tempat ternaungi
diperkirakan lebih tinggi dari pada tempat yang tidak ternaungi, karena kondisi
kelembaban yang lebih tinggi.
Ä Banyak ditemukan pada siang hari
atau sore hari.
d.
Perilaku Lalat Dewasa
a. Perilaku Makan
Lalat buah
membutuhkan karbohidrat, asam amino, mineral dan vitamin. Adapun lalat buah
membutuhkan protein untuk pematangan sexual dalam produksi telur. Sukrosa adalah
salah satu bentuk karbohidrat yang sama dibutuhkan oleh lalat buah betina untuk
menghasilkan telur. Asam Ascorbat dibutuhkan lalat buah terutama dalam proses
penggantian kulit, apabila kebutuhan zat ini tidak terpebuhi maka lalat buah
akan mengalami kegagalan dalam pergantian kulit dan akhirnya mati. Aktivitas
makan lalat buah berlangsung antara 07.20 – 10.00. Pakan lalat diperoleh dari
sayuran manis buah –buahan, Eksudat bunga, nectar dan embun madu. Selain dari
tanaman Lalat buah memperoleh protein dari bakteri. Bakteri ini hidup pada
permukaan buah inang larva lalat buah yang dikenal dengan FFT ( Fruit Fly Tipe
) bacteria yang bersifat gram negative.
b. Perilaku Kawin
Lalat buah merupakan serangga
krepuskuler, yang artinya melakukan populasi setelah tengah hari sebelum senja.
Lalat betina yang sudah masak seksual akan mengeluarkan senyawa pemikat dan
diterima oleh lalat jantan seksual masak, selanjutnya perkawinan akan terjadi
di dekat tanaman inang. Senyawa pemikat lalat betina di keluarkan melalui anus
secara difusi karena adanya tekanan akibat getaran rektum. Senyawa ini akan
berubah menjadi gas, sehingga diterima oleh alat penerima rangsang alat jantan
untuk menerima senyawa pemikat sekitar 800m.
c. Peletakan telur
Induk lalat buah mencari inang baik buah
atau bunga yang paling sesuai. Tekstur buah atau bunga cukup lunak untuk dapat
ditembus oleh alat peletak telur. Selain itu kandungan nutrisi atau gizi yang
dibutuhkan oleh larva harus tersedia cukup. Induk lalat buah sangat menyukai
inang yang berupa buah setengah masak. Karena dengan kondisi seperti ini buah
mengandung asam ascorbat dan sukrosa dalam jumlah maksimal. Buah yang terlalu
masak tidak di sukai oleh induk karena membutuhkan waktu yang lebih pendek dari
pada waktu hidup larva lalat buah sebelum dipanen.
d. Pengaruh iklim dalam kehidupan lalat buah.
@ Lalat buah dewasa dapat hidup selama
2-3 bulan pada musim panas dan lebih lama lagi pada musim dingin.
@ Populasi lalat buah pada buah –
buahan serta sayuran akan meningkat pada iklim sejuk, kelembaban tinggi dan
angin yang tidak terlalu kencang.
@ Selain itu curah hujan penting.
Populasi lalat buah di daerah bercurah hujan tinggi akan lebih tinggi daripada
di daerah bercurah hujan rendah.
2.2.3 Lalat Daging (Sarcophagidae sp)
a. Taksonomi Lalat Daging (Sarcophagidae
sp)
Kingdom : Animal
Filum : Arthropoda
Kelas : Hexapoda
Ordo : Dipthera
Famili : Sarcophagidae
Genus : Sarcophagia
Spesies : Sarcophagidae sp
b.
Morfologi Tubuh Lalat Daging
F Abdomen seperti papan catur
F Mirip dengan lalat hijau, kehitam –
hitaman dengan garis – garis thorax yang kelabu dengan ujung berwarna merah
sisiknya tidak pernah pucat
F Lalat ini menyebabkan myasis semi
spesifik dan myasis aksdental
c.
Siklus Hidup Lalat Daging
*
Bertelur
secara vivipar
*
Kebanyakan
dari lalat dewasa meletekan telurnya dalam sarang – sarang berbagi lebah dan
tabuhan. ditempat itu larva makan material – material yang terdapat pada sarang
*
Larva
sangat bervariasi kebiasaannya, tetapi
hampir semuanya beberapa zat organic yang membusuk makan hewan – hewan yang
mati.
*
Larva
diletakan pada daging busuk, makanan atau tinja manusia dan juga dapat
diletakan pada kulit yang luka.
*
Daur
hidup 14 – 18 hari.
Pada family ini ada tiga spesies yang penting untuk
diketahui pada bidang kesehatankarena penyebab penyakit myasis:
ª Wholfahrtia
magnifica
Lalat ini menyebabkan myasis
spesifik. Larva diletakkan pada kulit, sinus hidung, lidah, lubang telinga
luar, mata yang yang sakit dan vagina, biasanya terjadi myasis kulit dan
atrial.
ª Wholfartia
vigil
Lalat ini menyebabkan myasis
spesifik. Larva diletakkan pada daging busuk atau kulit utuh dan dapat
menyebabkan myasis kulit dan atrial.
ª Sarcophagi
haemorrhoidalis, S. fuscicauda dan S. carnaria
Lalat ini menyebabkan myasis semi
spesifik dan myasis aksidental. Larva diletakkan pada daging busuk atau tinja
manusia dapat pula diletakkan pada kulit yang luka.
2.3
CONTOH PENYAKIT YANG DISEBABKAN OLEH LALAT
Ø Penyakit
Cholera
a. Gejala Penyakit
Penyakit timbul secara mendadak
berupa nausea, muntah diare dan kejang perut. Muntah dan diare sangat sering
sehingga penderita banyak kehilangan banyak cairan (10 – 12 ltr/hari) dan
elektrolit yang menyebabkan dehidrasi. keadaan ini dapat menyebabkan kematian
dalam beberapa jam sampai beberapa hari dari permulaan penyakitnya.
Bakteri yang dibawa alat berasal
dari tinja dan muntahan penderita, yang berbahaya bagi penularan.
b. Cara Penularan
Melalui makanan dan minuman yang
mengandung bakterinya, karena telah berhubungan dengan muntah atau feces
penderita ataupun karier, baik secara langsung ataupun dengan perantaraan
lalat.
c. Pengobatan
Yang terpenting adalah mengganti
cairan dan elektrolit yang hilang bersama muntah dan diare. Karena itu
penderita harus segera mendapatkan infuse, penderita harus diberi larutan gula
– garam sebanyak – banyaknya.
d. Pencegahan
Menjaga kebersihan makanan dan
minuman. Perbaikan sanitasi lingkungan, terutama perbaikan penyediaan air untuk
keperluan rumah tangga. Penderita hareus diisolasi, feces dan muntahan
penderita harus didesinfeksi untuk mencegah penyebaran penyakit (wabah).
D. TEKNIK
PENGENDALIAN LALAT
Pemberantasan vector bertujuan untuk atau menekan populasi vector
serendah
mungkin.
Pemberantasan dibagi menjadi dua macam, yaitu :
1. Pemberantasan Alamiah (Natural
Control)
Pemberantasan ini terjadi karena
factor – factor alam, diantranya : iklim, topografi, predator dan penyakit –
penyakit serangga, misalnya :
è Banyaknya sunar matahari dan angina
besar.
è Musim kemarau yang panjang
mengakibatkan suhu semakin meningkat.
è Musim hujan yang terus menerus yang
mengakibatkan banjir.
è Faktor musuh alami seperti predator,
parasit, jamur, bakteri dan virus.
è Pegunungan, laut dan sungai
merupakan rintangan untuk penyebaran serangga khususnya lalat.
2. Pemberantasan
Secara Biologi
Pemberantasan dengan cara ini hanya khusus
untuk masing-masing spesies dan masih banyak dala taraf percobaan. Musuh
alamiah yang dapat digunakan, yaitu pemangsa atau predator yang menyebabkan
penyakit dan membunuh serangga, khususnya lalat.
3. Pemberantasan Buatan
Pemberantasan
buatan dilakukan dengan usaha – usaha buatan manusia, diantaranya :
C Pemberantasan mekanik atau merubah
lingkungan fisik, seperti system irigasi, kanalisaair/ drainase, penimbunan
tempat – tempat perindukan, mengatur kadar garam atau salinitas, membersihkan
lumut dan membersihkan tanaman air, menanam tumbuhan pelindung dari sinar
matahari dan pemberantasan lingkungan secara permanen.
C Pemberantasan kimiawi menggunakan
bahan – bahan kimia yang mempunyai khasiat untuk membunuh serangga dewasa,
larva atau menolak serangga (yang
bersifat sementara). Penggunaanya dilakukan secara serentak sehingga
dapat menekan populasi serangga dalam waktu tertentu. Selain dengan
insektisida, pengendalian lalat secara kimia dapat dilakukan dengan senyawa
pemikat dan perangkap pemikat. Kombinasi antar senyawa pemikat dan insektisida
juga merupakan cara yang cukup baik. Selain mudah dilakukan, kemugkinan
pencemaran lingkungan oleh insektisida dapat dibatasi.
Ä Beberapa sifat dari bahan kimia,
diantaranya :
*
Residual Treatment, yaitu zat racun masuk melalui
tubuh lalat dan berlangsung sementara. Misalnya : Clhordun, lindin dan
organoposfat.
*
Impreghater
card dan stripsm, yaitu berupa kertas – kertas atau tali yang sudah diikatkan
menempel dan biasanya di tempat yang tidakmemungkinkan untuk disemprot.
Misalnya, rumah makan.
*
Poison
atau umpan yang disimpan di luar rumah biasanya dicampur dengan bahan
makanannya.
*
Penyemprotan
*
Larvasida
Ä Beberapa contoh insektisida yang
digunakan, diantaranya :
1. Kelompok insektisida berasal dari
tanaman
a. Nikotina, mempunyai sifat kimia
larut dalam air.
b. Rotenoid, bersifat toksik dan sangat
peka terhadap oksidasi. Terutama oleh sinar matahari sebagai katalisatornya.
c. Piretroid, mempunyai beberpa sifat
kimia dan fisika, diantaranya :
☺ Terhidrolisa oleh alkali atau basa.
☺ Mengalami foto – oksidasi dibawah
pengaruh sinar matahari.
☺ Mengalami polimerasi dalam keadaan
pekat atau dikenai cahaya matahari.
☺ Tidak menguap
☺ Larut dalam pelarut organic tetapi
tidak larut dalam air.
2. Kelompok
insektisida sintesis, diantranya :
*
Dikloro
Difenil Trikloretana (DDT)
*
Benbenzena
hexaklorida
*
Siklodien
berklorida
*
Organoposfat
a)
Tetraetil
piroposfat (TEPP)
Mempunyai sifat, diantaranya :
°
Larut
sepenuhnya dalam air.
°
Terhidrolisa
cepat dalam air. Dengan demikian, sifat racunnya cepat hilang
°
Cairan
tidak berwarna atau berbau
°
Menguap
secepat nikotina
b)
Parathion
Mempunyai
sifat kimia dan biologi, diantaranya :
°
Berbentuk
cairan.
°
Larut
sedikit dalam air (30 ppm).
°
terhidrolisa
secara lambat di dalam air.
°
Berbau
seperti bawang
°
Tidak
menguap
°
Toksitas
terhadap binatang menyusui.
°
Terhidrolisa
oleh alcohol.
°
Terurai
oleh matahari.
°
Sangat
mudah diserap oleh kulit.
c) Methyl Parathion (MEP)
Mempunyai sifat kimia, diantaranya :
°
Lebih
mudah terhidrolisa daripada etil.
°
Gugus
methyl kurang mempunyai daya racun dibandingkan dengan etil.
°
Lebih
lekas menguap
°
Toksisitas
terhadap binatang menyusui
d)
Malathion
Mempunyai sifat kimia, diantaranya :
°
Larut
sedikit dalam air
°
Mantap
terhadap hidrolisa air
°
Menguap
sedikit
°
Terhidrolisa
oleh alcohol
°
Toksisitas
terhadap binatang menyusui
Ä Golongan organofosfat sistemik
1.
Systox
Mempunyai sifat kimia, diantaranya :
*
Sedikit
larut dalam air (95 – 100 %)
*
Terhidrolisa
di dalam basa
*
Mantap
terhadap hidrolisa air
2. Bidrin (SD 3562)
Mempunyai sifat kimia, diantaranya :
*
Larut
dalam air sekitar 1 %
*
Mantap
terhadap hidrolisa air
*
Toksisitas
terhadap binatang menyusui
3. DDVD
*
Cepat
menguap
*
Mempunyai
batas-batas keselamatan
Ä Karbamat
Ä Tiosianat organic
4. Pemberantasan Dengan Cara Mengubah
Sifat Genetik
Yaitu usaha yang dilakukan dengan
menggunakan bahan kimia untuk mengurangi populasi. Contoh : steril male
technique ialah memandulkan serangga jantan dan kemuadian dilepaskan.
Sterilisasi dilakukan dengan radiasi (penyinaran) atau menggunakan bahan-bahan
kimia.
5. Pemberantasan Dengan Menggunakan
Peraturan-Peraturan atau Perundang-undangan (Legal Control)
Agar pengendalian lalat ini dapat memberikan hasil yang
memuaskan, menurut Departemen Kesehatan RI Ditjen PPM 7 PLP perlu didahului
dengan survey untuk mendapatkan data mengenai :
*
Kepadatan
lalat
*
Kerentanan
lalat terhadap racun serangga
*
Fluktusi
darai kepadatan dan perilaku lalat
Data
di atas diperlukan untuk menentukan cara pengendalian yang dapat memberikan
hasil yang optimal.
@ Tindakan
Pemberantasan Terhadap Larva Lalat
1. Perbaikan lingkungan untuk
mengurangi tempat-tempat yang potensial sebagai tempat perindukan :
a. Sampah, terutama sampah dapur
ditampung pada tempat sampah yang baik dan tertutup dan dalam waktu maksimum
tiga hari harus sudah dibuang.
b. Pegangkutan dan pembuangan samaph
dilakukan setiap hari dengan cara yang baik.
c. Tempat pengumpulan samaph diberi
alas yang kedap air, misalnya dengan besi palt, seng dan lain-lain.
d. Untuk tempat buang kotoran, gunakan
kakus/ WC yang selau dalam keadaan bersih.
e. Kotoran ternak harus dijauhkan dari
tempat tinggal manusia dan kotoran dibalik-balik tiga hari sekali.
Penggunaan
Racun Serangga Sebagai Larvasida
Penyemprotan dengan larutan atau
emulsi larvasida ditujukan pada sampah-sampah organic atau kotoran-kotoran
manusia atau binatang sedemikian rupa hingga membasahi seluruh bahan atau media
0,8 – 5,6 L/100m2. Diazinon akan memberikan daya residu 1 – 2
mingggu, sedang yang lain daya residualnya kurang lama, sehingga dengan
demikian penyemprotan yang dipergunakan sprycan atau mist blower..
Tindakan Pemberantasan Terhadap
Lalat Dewasa
4.1.1.1.1.1.1
a. Penyemprotan residu insektisida
Penyemprotan
dilakukan terhadap permukaan yang menjadi tempat hinggap, tempat makan atau
temapt istirahat lalat, terutama pada tempa-tempat hinggap di malam hari,
sehingga kemungkinan waktu kontak antara lalat dengan insektisida cukup lama.
Insektisida yang digunakan dapat dari golongan organophosphate yang memiliki
daya residu 2 -4 minggu, sehingga dengan demikian harus diulang 2 – 4 minggu
sekali.
Alat penyemprot
yang digunakan adalah sprycan atau mist blower.
b. Untuk pemakaian di dalam ruangan dapat
dipergunakan kertas atau tali-tali yang telah diberi lapisan insektisida yang
digantungkan pada langit-langit atau dinding dimana banyak terdapat lalat.
Insektisida yang digunakan dapat dari golongan organophosphate, antara lain
dizinon, fenitron dan lain-lain.
c. Umpan (Paison Bait)
Umpan yang digunakan harus
memberikan bau yang menarik bagi lalat. Bahan yang dipakai sebagai umpat dapat
berupa tepung jagung, air yang dicampur gula dan lain- lain. Insektisida yang
dapat dipakai yaitu Dizinon, Dichlorvos, Malathion dan lain-lain.
d. Tindakan Mekanis
Ini hanya
merupakan tindakan pelengkap, tidak dapat memberikan hasil yang besar.Tindakan
Perlindungan (Screening)Tindakan ini tidak untuk mengurangi jumlah lalat, namun
sangat penting untuk mencegah hinggapnya lalat pada makanan / minuman.
BAB IV
PENGEDENDALIAN PENYAKIT DEMAM
BERDARAH
1.1 Latar Belakang
Penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD) disebut juga Dengue Haemorrhagic Fever adalah suatu
penyakit yang ditularkan dari orang sakit ke orang sehat melalui gigitan nyamuk
(vektor), yaitu Nyamuk Aedes aegypti. Penyakit Demam Berdarah
Dengue ini terus menyebar dengan cepat dikalangan masyarakat dan dapat
mengakibatkan kematian karena perdarahan yang sulit dihentikan. Dari Spesies
Aedes ini terdapat pula spesies yang juga merupakan vektor penyakit yaitu Aedes albopictus.
Aedes albopictus ini merupakan
vektor penyakit Demam Chikungunya. Demam Cikungunya merupakan penyakit yang di
sebabkan karena infeksi dengue, penyakit ini menyerang sel saraf Sehingga
menyebabkan kelumpuhan sementara. Kedua penyakit ini sangat berbahaya maka dari
itu perlu. Kedua penyakit ini sangat berbahaya maka vektor dari kedua penyakit
ini perlu dikendalikan baik secara fisik, mekanik, kimia maupun biologi.
1.2 Tujuan
1.
Untuk mengetahui klasifikasi,
morfologi,dan bionomik dari nyamuk Aedes
aegypti dan Aedes albopictus.
2.
Untuk mengetahui gambaran tentang penyakit Demam Berdarah Dengue dan Demam
Chikungunya.
3.
Untuk mengetahui metode pengendalian
Vektor penyakit Demam Berdarah dan Demam Chikungunya secara tepat berdasarkan
pertimbangan ekologis, biologis, ekonomis dan sosiologis.
2.1 PENYAKIT
DEMAM BERDARAH DENGUE
2.1.1 Pengertian Penyakit Demam Berdarah Dengue
Demam Berdarah Dengue ( DBD ) atau
Dengue Haemorrhagic Fever adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang
sangat berbahaya, karena dapat menyebabkan penderitanya mengalami kematian
dalam waktu yang sangat pendek ( beberapa hari ) disertai sakit kepala, nyeri
otot, sendi dan tulang, penurunan jumlah sel darah putih dan ruam-ruam.
Demam Berdarah Dengue atau Dengue Hemorrhagic Fever ( DHF )
adalah Demam Dengue yang disertai pembesaran hati dan tanda-tanda perdarahan.
Pada keadaan yang lebih parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi darah dan
penderita jatuh dalam keadaan shock akibat kebocoran plasma. Keadaan ini di
sebut Dengue Shock Syndrome (DSS).
Penyakit Demam Berdarah Dengue masuk ke Indonesia sejak
tahun 1968 melalui pelabuhan Surabaya dan pada tahun 1980 Demam Berdarah Dengue
telah dilaporkan tersebar luas serta melanda di seluruh provinsi Indonesia.
Penyakit ini ditularkan oleh nyamuk Aedes
aegypti betina.
2.1.2
Penyebab Penyakit Demam Berdarah
Dengue
Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh virus Dengue yang termasuk kelompok B Arthropoda Borne Virus yang sekarang
dikenal sebagai genus Flavirus dan mempunyai empat jenis serotipe, yaitu DEN-1,
DEN-2, DEN-3, DEN-4. Infeksi dari salah serotipe akan menimbulkan antibodi
terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan
perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut.
Seseorang yang tinggal di daerah endemis Dengue dapat terinfeksi oleh tiga atau
empat serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus Dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Serotipe
DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukan
manifestasi klinik yang berat.
2.1.3 Vektor Demam Berdarah Dengue
Demam
Berdarah Dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes
aegypti betina. Oleh karena itu, sebelum kita mempelajari penyakit Demam
Berdarah Dengue, maka kita harus mengetahui terlebih dahulu mengenai nyamuk Aedes aegypti.
1. Klasifikasi Nyamuk Aedes aegypti
Kingdom :
Animal
Filum : Artrhopoda
Kelas : Hexapoda
Ordo : Diptera
Sub
Ordo : Nematocera
Family : Culicidae
Sub
Family : Culicinae
Tribus : Culicini
Genus : Aedes
Species : Aedes aegypti
2.
Morfologi Nyamuk Aedes aegypti
a. Telur
¶ Berwarna hitam.
¶
Berbentuk
lonjong (butiran keras).
¶
Berukuran 0,7 mm
¶
Diletakan sendiri-sendiri (tidak
bergerombol) di permukaan air dan melekat pada dinding kontainer.
¶
Tidak memiliki pelampung
b.
Larva
¶
Ukuran 0,5 – 1 cm.
¶
Bentuk siphon relatif pendek dan gemuk,
berwarna hitam gelap.
¶
Membentuk posisi kira-kira 450C
dengan permukaan air dengan bagian kepala ke bawah.
¶
Gerakannya berulang-ulang dari bawah ke
atas permukaan air untuk bernapas, kemudian turun kembali ke bawah dan
seterusnya.
¶
Pada posisi abdomen segmen ke delapan
terdapat comb scale sebanyak 8 – 21 berjajar 1 – 3 dan berbentuk seperti duri.
¶
Selalu bergerak aktif dalam air.
c.
Pupa (Kepompong)
¶
Pupa terdiri dari sepalothorax, abdomen
dan kaki pengayuh.
¶
Sepalothorax mempunyai sepasang corong
pernapasan yang berbentuk segitiga.
¶
Pada bagian abdomen ditemukan sepasang
kaki pengayuh yang lurus dan runcing.
d.
Imago (Dewasa)
¶
Bagian tubuh nyamuk dewasa terdiri atas
kepala, thorax dan abdomen.
¶
Nyamuk betina mempunyai antenna dengan
bulu yang tidak lebat (pilosa), sedangkan nyamuk jantan mempunyai antenna
dengan bulu yang lebat (plumosa).
¶
Tanda-tanda yang khas yaitu tubuhnya
mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian badan, kaki
dan sayapnya.
¶
Ukuran lebih kecil dari nyamuk jenis
lainnya.
3. Daur Hidup Nyamuk Aedes aegypti
Daur
hidup nyamuk Aedes aegypti sejak
telur hingga dewasa sama dengan serangga-serangga yang lain, yaitu terdapat
empat stadium :
1.
Stadium telur
2.
Stadium larva
3.
Stadium pupa (berlangsung 2 – 4 hari )
4.
Stadium dewasa (sebagai nyamuk yang
hidup di alam bebas)
Ø
Stadium telur dan stadium larva terjadi
di dalam air (Aquatic stadium, selama stadium di dalam air belum ada beda
kelamin. Baru setelah keluar dari kepompong dikenal adanya nyamuk jantan dan betina.
Ø
Dalam hidupnya, telur nyamuk Aedes aegypti akan menetas menjadi larva
instar I dalam waktu kurang lebih 2 hari. Selanjutnya larva akan berkembang
menjadi instar II, III dan IV. Dimana setiap pergantian instar ditandai dengan
pengelupasan kulit, yang disebut Eksdisis.
Ø
Telur diletakan di dinding kontainer di
atas permukaan air. Bila kena air, telur akan menetas menjadi larva, setelah 5
-10 hari larva akan menjadi pupa dan dua hari kemudian pupa akan menetas
menjadi nyamuk dewasa. Pertumbuhan dari telur sampia menjadi nyamuk dewasa
memerlukan waktu kira-kira 7 – 10 hari.
Ø
Setelah keluar dari kepompong, nyamuk
jantan yang keluar terlebih dahulu daripada nyamuk betina. Nyamuk jantan tidak
akan pergi jauh dari tempat perindukannya, melainkan menunggu nyamuk betina
menetas dan berkopulasi.
Ø
Tiap dua hari nyamuk betina menghisap
darah manusia untuk bertelur.
Ø
Umur nyamuk betina dapat mencapai 2 -3
bulan.
4. Bionomik Nyamuk Aedes aegypti
F Bionomik adalah
kesenangan tempat perindukan (breeding habit), kesenangan.
F Tempat
perindukan nyamuk berupa genangan-genangan air yang tertampung di suatu wadah
yang bisa disebut kontainer.
F Kontainer dapat
dibedakan sebagai berikut :
- Tempat
penampungan air (TPA), yaitu tempat-tempat untuk menampung air guna
keperluan sehari-hari seperti : drum, tempayan, bak mandi, bak WC, ember,
dan lain-lain.
- Bukan
tempat penampungan air (Non TPA), yaitu tempat-tempat yang bisa menampung
air tetapi bukan untuk keperluan sehari-hari, seperti : tempat minum hewan
peliharaan (ayam, burung, dan lain-lain), vas bunga, pot tanaman air,
(kaleng, ban bekas, botol, plastik yang dibuang di sembarang tempat).
- Tempat
penampungan air buatan alam (alamiah), seperti : luubang pohon,lubang
batu, pelepah daun, tempurung kelapa, potongan bambu, dan lai-lain.
F Untuk meletakan
telurnya, nyamuk betina tertarik pada kontainer berair yang berwarna gelap,
terbuka lebar dan terutama yang terletak di tempat-tempat yang terlindung dari
sinar matahari.
F Kebiasan
menggigit, lebih banyak menggigit pada siang hari pada pukul 08.00-12.00 dan pukul 15.00 - 17.00, lebih banyak
menggigit di dalam rumah dan menyenangi darah manusia.
F Kebiasaan
hinggap istirahat, lebih banyak di dalam rumah, pada benda-benda yang
bergantungan, berwarna gelap dan yang terlindung.
F Nyamuk Aedes aegypti tidak dapat berkembang
biak pada selokan/got, atau kolam yang airnya langsung berhubungan dengan
tanah.
F Mampu terbang
sampai 100 meter
2.1.4
Penularan
Penyakit Demam Berdarah Dengue
ª
Virus Dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina, Aedes albopictus dan Aedes
scutellaris. Akan tetapi, nyamuk Aedes
aegypti lebih banyak berperan dalam penularan penyakit DBD. Karena nyamuk Aedes aegypti banyak ditemukan di dalam
rumah atau bangunan dan tempat perindukannya, juga lebih banyak di dalam rumah.
Sedangkan Aedes albopictus dan Aedes scutellaris hidup di kebun-kebun.
ª
Virus Dengue yang berada di dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti pada suhu 30 0C memerlukan waktu 8 – 10
hari untuk menyelesaikan masa inkubasinya dari lambung ke kelenjar ludah
nyamuk.
ª
Sedangkan virus Dengue yang terdapat dalam darah tubuh manusia (penderita)
memerlukan waktu antara 1 – 2 hari untuk menyelesaikan masa inkubasi sebelum
terjadi demam dan pada masa 4 – 7 hari hidup darah manusia.
ª
Penyakit Demam Berdarah Dengue dapat
menyerang semua orang terutama anak-anak di bawah usia 15 tahun.
ª
Seseorang yang di dalam darahnya
mengandung virus Dengue dan seseorang
yang tidak sakit Demam Berdarah, tetapi dalam darahnya mengandung virus Dengue merupakan sumber penular penyakit
Demam Berdarah. Bila seseorang tersebut digigit nyamuk penular, maka virus
dalam darah akan terhisap masuk ke lambung nyamuk. Selanjutnya nyamuk tersebut
akan memperbanyak diri dan tersebar di berbagai jaringan tubuh nyamuk, termasuk
di bagian kelenjar air liurnya. Virus Dengue
akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi
karena setiap kali nyamuk menggigit manusia sebelum menghisap darah akan
mengeluarkan air liurnya melalui saluran alat tusuknya (proboscis) agar darah
yang dihisap tidak membeku, bersama air liur itu virus Dengue dipindahkan dari
nyamuk ke orang yang sehat.
2.1.5
Tanda –Tanda
dan Gejala Penyakit Demam Berdarah Dengue
a.
Bentuk klasik dari DBD adalah demam
tinggi mendadak 2 – 7 hari hingga mencapai 40 0C, disertai dengan
muka kemerahan Bintik – bintik perdarahan di kulit sering terjadi, kadang –
kadang di serati bintik – bintik perdarahan di tenggorokan dan selaput bening.
Demam tinggi dapat menimbulkan kejang demam terutama pada bayi.
b.
Keluhan seperti anoreksia , sakit kepala,
nyerio otot, tulang, sendi, mimisan, nyeri ulu hati dan muntah sering
ditemukan.
c.
Biasanya ditemukan juga nyeri perut
dirasakan di sekitar epigastrum dan di bawah tulang iga.
d.
Penderita juga sering mengeluh nyeri
menelan, perasaan tidak enak di ulu hati, nyeri di tulang rusuk kanan atau
nyeri di seluruh perut.
e.
Pada penderita DBD juga sering
ditemukan pendarahan yang terjadi karena kebocoran plasma.
f.
Trombositopeni dan hemokonsentrasi
merupakan kelainan yang ditemukan pada DBD.
g.
Penurunan jumlah trombosit kurang dari
100.000/ µi, biasa ditemukan pada
hari ke 3 – 8 sakit.
h.
Pendarahan saluran cerna ringan dapat
ditemukan pada fase demam.
i.
Hati biasanya membesar dengan variasi
dari just palpable sampai 2 – 4 cm di
bawah arrus costae kanan. Dengan
adanya pembesaran hati dapat dideteksi bahwa penderita mengalami syok berat.
Tanda – tanda perdarahan pada DHF dimulai dari tes
Torniquet positif dan bintik – bintik perdarahan di kulit (ptechiae). Ptechiae
ini bisa terlihat di seluruh anggota gerak, ketiak, wajah dan gusi. Juga bisa
terjadi perdarahan hidung, gusi dan perdarahan dari saluran cerna dan
perdarahan dalam urin.
Berdasarkan
gejalanya DHF dikelompokan menjadi 4 tingkatan :
a.
Derajat 1 : demam diikuti gejala tidak
khas. Satu – satunya tanda perdarahan adalah tes torniquet positif ataumudah
memar.
b.
Derajat 2 : gejala 1 ditambah dengan
perdarahan spontan. Perdarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain.
c.
Derajat 3 : terjadi kegagalan sirkulasi
yang ditandai dengan denyut nadi yang cepat dan lemah, hipotensi, suhu tubuh
yang rendah, kulit lembab dan penderita gelisah.
d.
Derajat 4 : terjadi syok berat dengan
nadi yang tidak teraba dan tekanan darah yang tidak dapat diperiksa.
2.1.6
Tindakan Pertama
Yang Dilakukan Pada Penderita DBD ( Demam Berdarah Dengue )
Pertolongan pertama yang paling penting
adalah :
a.
Menenangkan dan memberinya banyak
minum.
b.
Kompres dengan air es.
c.
Beri obat turun panas.
d.
Selanjutnya penderita segera dibawa ke
dokter/ Puskesmas yang terdekat untuk diperoleh. Bila diduga terserang DBD akan
dikirim langsung ke Rumah Sakit untuk dirawat.
e.
Lapor segera ke Puskesmas setempat
dengan membawa surat dari Rumah Sakit supaya dilakukan pencegahan penyebaran
penyakit.
2.1.7 Pencegahan Penyakit Demam Berdarah
Dengue
Penyakit DBD menurut Surat Keputusan
Tentang Pemberantasan Penyakit DBD No. 581/Menkes/SK/VII/1992, tanggal 27 Juli
1992. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai dengan
demam mendadak selama 2 – 7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah/ lesu,
gelisah, nyeri ulu hati, disertai tanda pendarahan kulit berupa bintik-bintik
pendarahan (Petichiae), lebam (Ecchymosis) atau raum (purpura). Kadang-kadang
berak darah, muntah darah, kesadaran menurun atau rentan (shock).
Dengan dikeluarkannya Surat Keputusan
Tentang DBD ini, merupakan bukti kepedulian pemerintah atas penyakit ini dan
ini merupakan salah satu bentuk preventif dari pemerintah. Kasus DBD ini dapat
dicegah apabila masyarakat mempunyai kesadaran akan pentingnya lingkungan yang
sehat dan bersih.
Melakukan PSN (Pemberantasan Sarang
Nyamuk) dengan melakukan 3M merupakan perlakuan preventif untuk menghindarai
penyakit DBD. Selain itu, bisa juga dengan menaburkan serbuk abate di genangan
air untuk membunuh telur dan larva nyamuk dan melakukan fogging pada waktu masa
aktif nyamuk, yaitu 08.00 – 12.00 dan pukul 15.00 – 17.00. Perlakuan ini sudah
menjadi kebiasaan dan kesadaran masyarakat untuk melakukannya, maka kita akan
terhindar dari penyakit yang menakutkan ini.
2.1.8 Pengendalian Vektor Penyakit Demam Berdarah
¨
Perlindungan perseorangan untuk
mencegah terjadinya gigitan Aedes aegypti
yaitu dengan memasukan kawat kasa ke lubang – lubang angin jendela atau pintu,
tidur dengan menggunkan kelambu, penyemprotan dnding rumah dengan insektisida
malathion dan penggunaan ”refellent” seperti autan atau off pada saat berkebun.
¨
Mencegah nyamuk meletakan telurnya
dengan cara membuang, membakar atau mengubur benda-benda di pekarangan atau di
kebun yang dapat menampung air hujan seperti kaleng, botol, ban mobil dan
tempat-tempat yang lain yang menjadi tempat perindukan Aedes aegypti ( ” man made breeding places” ).
¨
Mencegah pertumbuhan jentik dan
membunuh telur dengan cara mengganti air atau membersihkan tempat-tempat air
secara teratur tiap minggu sekali, pot bunga, tempayan dan bak mandi.
¨
Pemberian ikan pemakan jentik pada TPA.
¨
Pemberian larvasida ( abate ) kedalam
tempat penampungan air / penyimpanan air bersih ( abatisasi )
¨
Melakukan ”fogging”dengan Malathion
untuk menbunuh nyamuk dewasa setidak -tidaknya 2 kali dengan jarak waktu hari,
misalnya di daerah yang terkena wabah dan daerah endemi DBD dimana indeks
kepadatan nyamuk relatif tinngi.
¨
Pendidikan kesehatan masyarakat melalui
ceramah agar masyarakat dapat memelihara kebersihan lingkungan dan turut secara
perseorangan memusnahkan tempat-tempat perindukan Aedes aegypti di sekitar rumahnya masing-masing.
Disamping itu memonitor kepadatan
populasi Aedes aegypti juga merupakan
hal yang penting sekali dalam upaya membantu mengevaluasi adanya ancaman DBD di
suatu daerah dan juga untuk meningkatkan tindakan pengendalian vektor.
Pengukuran kepadatan populasi nyamuk
yang belum dewasa ( stadium jentik) di lakukan dengan cara pemeriksaan tempat
perindukan di dalam dan di luar rumah dari 100 rumah yang terdapat di daerah
pemeriksaan.
Ada 3 angka index yang perlu di ketahui
yaitu :
- Index
rumah ( house index ialah persentasi rumah yang positif dengan larva Aedes aegypti dari 100 wadah yang
diperiksa.
- Index
wadah ( container index ) ialah persentasi tempat perindukan yang positif
dengan larva Ades aegypti dari
100 wadah yang di periksa.
- Index
Breteau ( reteau index ) ialah jumlah tempat perindukan yang posotif
dengan larva Aedes aegypti dalam
tiap 100 rumah.
2.1.9 Pengobatan
Penyakit Demam Berdarah Dengue
Untuk mengatasi demam biasanya
diberikan Parasetamol. Salisilat tidak digunakan karena akan memicu perdarahan
dan asidosis. Parasetamol diberikan selama demam masih mencapai 39ºC, paling banyak 6 dosis dalam 24 jam. Kadang-kadang
diperlukan obat penenang pada anak-anak yang sangat gelisah. Kegelisahan ini
biasa terjadi karena dehidrasi atau gangguan fungsi hati. Haus dan dehidrasi
merupakan akibat dari demam tinggi, tidak adanya nafsu makan dan muntah. Untuk
mengganti cairan yang hilang harus diberikan cairan yang cukup melalui mulut
atau melalui vena. Cairan yang diminum sebaiknya mengandung elektrolit seperti
oralit. Cairan lain yang biasa digunakan adalah jus buah-buahan.
Penderita HARUS SEGERA DIRAWAT, bila ditemukan gejala-gejala, seperti dibawah
ini :
a.
Takikardia, denyut jantung meningkat.
b.
Kulit Pucat dan dingin.
c.
Denyut nadi melemah.
d.
Terjadinya perubahan derajat kesadaran,
penderita terlihat ngantuk atau tertidur terus menerus.
e.
Peningkatan konsentrasi hematokrit
secara tiba-tiba.
f.
Tekanan darah menurun hingga kurang
dari 20 mmHg.
g.
Urine sangat sedikit.
Dengan tanda-tanda tersebut berarti
penderita mengalami dehidrasi yang signifikan, sehingga diperlukan pengganti
cairan secara intravena ( infus-red ). Oksigen juga di perlukan pada penderita
yang mengalami shock. Transfusi darah hanya diberikan pada penderita dengan
tanda-tanda pendarahan yang signifikan.
2.2 PENYAKIT DEMAM CHIKUNGUNYA
2.2.1
Pengertian
Demam Chikungunya
Demam
Cikungunya merupakan penyakit yang di sebabkan karena infeksi dengue dengan
vector perantara, Yaitu Aedes albopictus.
Penyakit ini menyerang sel saraf
Sehingga menyebabkan kelumpuhan sementara.
2.2.2
Penyebab Penyakit Demam Chikungunya
Demam Chikungunya disebabkan oleh Nyamuk Aedes albopictus
2.2.3
Vektor Demam
Chikungunya
Demam Chikungunya ditularkan oleh
nyamuk Aedes aegypti (dalam rumah)
maupun Aedes albopictus (luar rumah).
1. Taksonomi Nyamuk Aedes albopictus
Kingdom :
Animal
Filum :
Arthopoda
Klass :
Hexapoda
Ordo :
Diptera
Sub Ordo :
Nematocera
Family :
Culicidae
Sub Famili :
Culicinae
Tribus : Culicini
Genus : Aedes
Species : Aedes albopictus
2.
Morfologi Nyamuk Aedes albopictus
a.
Telur
F Berwarna hitam.
F Berukuran 0,7
mm
F Berbentuk
lonjong (butiran keras).
F Diletakan
sendiri-sendiri (tidak bergerombol) di permukaan air dan melekat pada dinding
kontainer.
F Tidak memiliki
pelampung
b.
Larva
F Ukuran 0,5 – 1
cm.
F Bentuk siphon
relatif pendek dan gemuk, berwarna hitam gelap.
F Selalu bergerak
aktif dalam air.
F Membentuk
posisi kira-kira 450C dengan permukaan air dengan bagian kepala ke
bawah.
F Pada posisi
abdomen segmen ke delapan terdapat comb scale sebanyak 8 – 21 berjajar 1 – 3
dan berbentuk seperti duri.
F Gerakannya
berulang-ulang dari bawah ke atas permukaan air untuk bernapas, kemudian turun
kembali ke bawah dan seterusnya.
c.
Pupa (Kepompong)
F
Pupa terdiri dari sepalothorax, abdomen
dan kaki pengayuh.
F
Sepalothorax mempunyai sepasang corong
pernapasan yang berbentuk segitiga.
F
Pada bagian abdomen ditemukan sepasang
kaki pengayuh yang lurus dan runcing.
d.
Imago (Dewasa)
F Bagian tubuh
nyamuk dewasa terdiri atas kepala, thorax dan abdomen.
F Tanda-tanda
yang khas yaitu tubuhnya mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih
pada bagian badan, kaki dan sayapnya.
F Ukuran lebih
kecil dari nyamuk jenis lainnya.
F Nyamuk betina
mempunyai antenna dengan bulu yang tidak lebat (pilosa), sedangkan nyamuk
jantan mempunyai antenna dengan bulu yang lebat (plumosa).
3
Daur Hidup
Nyamuk Aedes albopictus
Daur
hidup nyamuk Aedes albopictus sejak telur hingga dewasa sama dengan
serangga-serangga yang lain, yaitu terdapat empat stadium :
1.
Stadium telur
2.
Stadium larva
3.
Stadium pupa (berlangsung 2 – 4 hari )
4.
Stadium dewasa (sebagai nyamuk yang
hidup di alam bebas)
@ Stadium telur
dan stadium larva terjadi di dalam air (Aquatic stadium, selama stadium di
dalam air belum ada beda kelamin. Baru setelah keluar dari kepompong dikenai
adanya nyamuk jantan dan betina.
@ Dalam hidupnya,
telur nyamuk Aedes albopictus akan menetas menjadi larva instar I
dalm waktu kurang lebih 2 hari. Selanjutnya larva akan berkembang menjadi
instar II, III dan IV. Dimana setiap pergantian instar ditandai dengan
pengelupasan kulit, yang disebut Eksdisis.
@ Telur diletakan
di dinding kontainer di atas permukaan air. Bila kena air, telur akan menetas
menjadi larva, setelah 5 -10 hari larva akan menjadi pupa dan dua hari kemudian
pupa akan menetas menjadi nyamuk dewasa. Pertumbuhan dari telur sampia menjadi
nyamuk dewasa memerlukan waktu kira-kira 7 – 10 hari.
@ Setelah keluar
dari kepompong, nyamuk jantan yang keluar terlebih dahulu daripada nyamuk
betina. Nyamuk jantan tidak akan pergi jauh dari tempat perindukannya,
melainkan menunggu nyamuk betina menetas dan berkopulasi.
@ Tiap dua hari
nyamuk betina menghisap darah manusia untuk bertelur.
@ Umur nyamuk
betina dapat mencapai 2 -3 bulan.
4. Bionomik Nyamuk Aedes albopictus
Ä
Bionomik adalah kesenangan tempat
perindukan (breeding habit), kesenang.
Ä
Tempat perindukan nyamuk berupa
genangan – genangan air yang tertampung di suatu wadah yang bisa disebut
kontainer.
Ä
Kontainer dapat dibedakan sebagai
berikut :
a.
Tempat penampungan ait (TPA), yaitu
tempat – tempat untuk menampung air guna keperluan sehari – hari seperti : drum,
tempayan, bak mandi, bak WC, ember, dll.
b.
Bukan tempat penampungan air (Non TPA),
yaitu tempat –tempat yang bisa menampung air tetapi bukan untuk keperluan
sehari – hari seperti : tempat minum hewan peliharaan (ayam, burung,dll), vas
bunga, pot tanaman air, (aleng, ban bekas botol, plastik yang dibuang di
sembarang tempat).
c.
Tempat penampungan air buatan alam
(alamiah) seperti : luubang pohon,lubang batu,pelepah daun, tempurung kelapa,
potongan bambu, dll.
Ä
Untuk meletakan telurnya, nyamuk betina
tertarik pada kontainer berair yang berwarna gelap, terbuka lebar dan terutama
yang terletak di tempat – tempat yang terlindung dari sinar matahari.
Ä
Kebiasan menggigit, lebih banyak
menggigit pada siang hari pada pukul 08.00-12.00 dan pukul 15.00-17.00, lebih banyak menggigit
diluar rumah dan menyenangi darah manusia. Waktu menggigit paling sedikit ialah
pada saat tengah hari selama cuaca kering dan panas perbedaan waktu puncak
aktivitas antara menggigit di dalam dan di luar rumah di duga disebabkan oleh
perbedaan intensitas cahaya. Frekuensi mengigit di luar rumah ialah 25 kali
lebih besar daripada di dalam rumah. Hujan berpengaruh sedikit pada aktivitas
menggigit, nyamuk betina dapat meyerang menusia, baik pada waktu tidak hujan,
selama masa hujan berkurang maupun pada waktu gerimis.
Ä
Kebiasaan hinggap istirahat, lebih
banyak di dalam rumah, pada benda – benda yang bergantungan, berwarna gelap dan
yang terlindung.
Ä
Nyamuk Aedes albopictus tidak dapat berkembang biak pada selokan / got,
atau kolam yang airnya langsung berhubungan dengan tenah.
Ä
Aedes
albopictus merupakan nyamuk dengan daya terbang lemah yaitu 1,4 m
sehari. Angin tidak mempengaruhi distribusi nyamuk, tetapi berperan pada arah
terbang. Nyamuk
2.2.4
Penyebaran
Demam Chikungunya
Ø
Demam Chikungunya pertama kali dikenal
di Arika Timur pada tahun 1952, tidak heran bila namanya pun berasal dari
bahasa Swahili yang berarti menekuk atau membungkuk.Demam Chikungunya
disebabkan oleh virus yang termasuk family Togaviridae, genus Alphavirus dan
ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan aedes albopictus.
Ø
Virus penyebab Demam Chikungunya telah
menyebar dari Negara asalnya Swahili Afrika ke Asia Tenggara sejak tahun
1960-an dan terus menimbukan epidemi diwilayah tropis tersebu. Peredaran virus
memang tak lagi di batasi oleh posisi geografi. Hutan yang tadinya tertutup
menjadi terbuka, daerah yang dulu terisolir kini bisa dengan mudah berhubungan
kemana saja. Makin mudahnya transportasi adalah faktor lain yang mempercepat
pola penyebaran virus. Didaerah pemukiman, siklus virus Chikungunya di bantu
oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Chikungunya yang
semula bersuklus dari primata-nyamuk-primata, dapat pula bersiklus
manusia-nyamuk-manusia. Penyebaran dapat terjadi jika orang yang terkena
penyakit chikungunya disuatu negara berkunjung ke negara lain, dengan begitu
orang tersebut membawa virus dan menyebarkannya ke berbagai kawasan yang
dikunjunginya. Penyebaran dapat terjadi seiring dengan perpindahan nyamuk.
Hal-hal tersebutlah yang menyebabkan virus dapat menyebar ke berbagai negara.
Ø
Demam Chikungunya mulai ditemukan di
Indonesia antara tahun 1982 – 1985. Ketika itu wabah terjadi di Sumatera
Selatan, Pulau Jawa dan Kalimantan Barat. Menurut Direktur Pemberantasan
Penyakit Bersumber Binatang (P2B2), Direktorat Pemberantasan Penyakit Menular
dan Penyehatan Lingkungan (P2M & PL), Departemen Kesehatan, Dr. Thomas
Suroso, MPH ada gelombang epidemi 20 tahunan dalam kasus demam Chikungunya. Hal
ini mungkin terkait perubahan iklim dan cuaca. Hal tersebut dikatakannya setelah
melihat adanya Kejadian Luar Biasa (KLB) Demam Chikungunya yang terjadi kembali
setelah vakum hampir 20 tahun. Awal tahun 2001 Kejadian Luar Biasa (KLB) Demam
Chikungunya terjadi di Muara Enim, Sumatera Selatan dan Aceh, disusul Bogor
pada bulan Oktober. Demam Chikungunya terjangkit lagi di Bekasi, Purworejo dan
Klaten pada tahun 2002
2.2.5
Penularan Demam
Chikungunya
P
Demam Chikungunya ditularkan oleh
nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus.
P
Penularan Demam Chikungunya terjadi
apabila orang yang menderita Demam Chikungunya digigit oleh nyamuk penular (Aedes aegypti atau Aedes albopictus) kemudian nyamuk tersebut yang telah terinfeksi
oleh virus Chikungunya menggigit orang sehat. Pada saat menggigit virus
Chikungunya yang ada dalam tubuh nyamuk tersebut masuk ke dalam darah manusia
telah terinfeksi oleh virus chikungunya.
P
Biasanya tidak terjadi penularan dari
orang ke orang. Semua orang dapat tertular penyakit ini mulai dari
anak-anak sampai dewasa, baik itu laki-laki maupun perempuan.
2.2.6
Tanda – tanda
dan Gejala Demam Chikungunya
°
Demam Chikungunya mempunyai masa
inkubasi sekitar 2-4 hari, setelah masa inkubasi tersebut timbul gejala –
gejala. Gejala – gejala uang ditimbulkan mirip dengan gejala demam berdarah,
yaitu demam yang tinggi (39-40ºC), menggigil, sakit kepala, sakit perut, mual,
muntah, bintik – bintik merah pada kulit terutama badan dan tangan.
°
Gejala – gejala yang paling menonjol pada Demam Chikungunya
adalah nyeri pada setiap persendian, terutama sendi lutut, pergelangan kaki dan
tangan serta sendi – sendi tulang punggung. Radang sendi menyebabkan sendi
susah untuk digerakan, bengkak, dan berwarna kemerahan. Itulah sebabnya postur
tubuh penderita menjadi membungkuk dengan jari – jari / tangan dan kaki menjadi
tertekuk. Gejala penyakit tersebut bisa berlangsung 3-10 hari kemudian sembuh
dengan sendirinya, tetapi tidak dengan nyeri sendinya.
°
Gejala dengan nyeri sendi ini bisa
berlangsung berminggu – minggu bahkan berbulan – bulan. Meskipun gejalnya mirip
dengan Demam Berdarah Dengue (DBD), pada Demam Chikungunya tidak ada perdarahan
hebat, renjatan (shock) maupun kematian.
2.2.7
Pengendalian
Vector Demam Chikungunya
Pengendalian vektor demam chikungunya dapat dilakukan
dengan cara pemberantasan tehadap vektor demam Chikungunya tersebut, baik
terhadap nyamuk dewasa maupun terhadap jentik. Pengendalian tersebut dapat
dilakukan dengan cara :
1. Pengendalian nyamuk dewasa
Pengendalian
nyamuk dewasa dapat dilakukan dengan cara penyemprotan (pengasapan = fogging)
dengan insektisida. Hal ini dilakukan mengingat kebiasaaan ntamuk yang hinggap pada benda – benda
tergantung, pada tempat – tempat yang gelap dan lembab . pada prinsipnya
penyemprotan bertujuan untuk menekan anggka populasi nyamuk sementara dan untuk
memperpendek umur nyamuk. Dengan di bunuhnya nyamuk maka penyebaran virus pun
terbatas sehingga dapat membatasi penularan. Penyemprotan insektisida dilakukan
jika suatu tempat menunjukan adanya penularan yang ditandai dengan ditemukannya
penderita atau tersangka demam chikungunya lain dan jentik nyamuk dirumah
penderita demam chikungunya atau tempat – tempat lain disekitarnya.
2. Pengendalian larva
Pengendalian
terhadap jentik nyamuk dikenal dengan istilah pemberantasan sarang nyamyuk
(PSN). Pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dapat dilakukan dengan cara :
a. Kimia
Yaitu cara
memberantas jentik dengan menggunakan bahan kimia pembasmi jentik (larvasida).
Cara ini dikenal dengan istilah abatisasi. Abatisasi bertujuan untuk mencegah
supaya jentik nyamuk tidak akan menjadi nyamuk dewasa atau membunuh jentik
nyamuk. Abatisasi dapat dilakukan dengan cara menaburkan bubuk abate ke dalam
tempat penampungan air sesuai dengan dosis. Dosis efektifnya yaitu satu sendok
makan (10 gram) bubuk abate untuk 100 L dengan konsekuensi dengan menyikat
tempt penampungan air selama kurang lebih 3 bulan.
b. Biologi
Dengan cara
memelihara ikan pemakan jentik pada setiap tempat penampungan air. Ikan
tersebut berfungsi sebagai predator dari jentik nyamuk seperti ikan kepala
timah.
c. Fisik
Cara ini
dikenal dengan 3M yaitu menguras, menutup dan mengubur. 3M dapat dilakukan
dengan cara :
1.
Menguras secara teratur tempat
penampungan air setiap seminggu sekali seperti bak mandi, drum air, tempayan,
mengganti air tempat minum burung, mengganti air vas bunga dll. Hal ini
dilakukan mengingat perkembangan nyamuk mulai dari telur sampai menjadi nyamuk
dewasa memerlukan waktu 7 -14 hari.
2.
Menutup rapat – rapat tempat
penampungan air , seperti tempayan, drum air, pagar bambu yang terbuka dll.
3.
Mengubur atau menyingkirkan kaleng – kaleng bekas, ban
bekas, dan benda – benda lainnya yang tidak berguna yang dapat menampung air
sehingga tidak menjadi sarang nyamuk.
BAB V
PENGENDALIAN VEKTOR DENGAN PESTISIDA
1.
Gambaran Umum dari Pestisida
Pestisida mencakup bahan-bahan racun yang digunakan untuk
membunuh jasad hidup yang mengganggu tumbuhan, ternak, dan sebagainya yang
diusahakan untuk kesejahteraan hidupnya. Pest berarti hama, sedangkan cide
berarti membunuh. Maka, dapat didefinisikan pestisida adalah semua
zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dapat digunakan untuk
membunuh/ mengendalikan hama (PP RI No. 7 tahun 1973).
-
Memberantas/ mencegah hama penyakit
yang merusak tanaman
-
Memberantasan
rerumputan
-
Mematikan
daun dan mencegah pertumbuhan tanaman
-
Memberantas/ mencegah binatang-binatang
jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan alat-alat pengangkutan.
-
Memberantas/ mencegah binatang-binatang
yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan binatang.
Dalam prakteknya, petisida sering
digunakan bersama-sama dengan bahan lain, misalnya dicampur dengan minyak untuk
melarutkan, air pengencer, tepung untuk mempermudah dalam pengenceran atau
penyebaran dan penyemprotan.
Karena pestisida bahan racun, maka
penggunaannya perlu hati-hati dengan memperhatikan keamanan operator, bahan
yang diberi pestisida dalam lingkungan sekitar. Perhatikan pentunjuk pemakaian yang tercantum dalam label
dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan penggunaan bahan racun, khususnya
pestisida.
2. Perkembangan
Penggunaan Pestisida Di Indonesia
Penggunaan pestisida di Indonesia, diawali dengan pemakaian
pestisida untuk vektor binatang pengganggu. Misalnya saja penggunaan pestisida
jenis Malathion dan Temephos. Di Indonesia penggunaan pestisida ini secara
intensif untuk mengendalikan Aedes
aegypti telah berjalan lebih
dari 25 tahun. Malathion terdaftar sejak tahun 1976 sedangkan Temephos sejak
tahun 1974. Penggunaan dua jenis pestisida tersebut dalam waktu lama untuk
sasaran yang sama tentu telah memberikan tekanan seleksi yang mendorong
berkembangnya populasi Aedes aegypti tahan lebih cepat.
Dalam sektor pertanian Indonesia telah mengenal dan
menggunakan pestisida sekitar 20 tahun yang lalu, yaitu sekitar tahun
1985/1986. Diawali pada orde baru, yaitu sekitar tahun 1960-an sehingga awal
1990-an Indonesia
termasuk salah satu negara yang berhasil mengantar sektor pertanian terutama
besar dari jurang kekurangan menuju swasembada. Pemenuhan kebutuhan sendiri ini
berlangsung pada era 1980-an. Bahkan pada tahun 1980 hingga tahun 1985
Indonesia adalah net-eksportir beras. Hal ini terjadi
karena model revolusi hijau yang digalakan pemerintah orde baru mulai tahun
1970-an.
Namun dampak dari revolusi hijau
ternyata membuat ketergantungan pada input pertanian modern yang dianjurkan. Kejadian ini persis
terjadi hingga saat ini, pada proyeksi pertanian Indonesia yang cenderung
monokultur (terutama tergantung pada beras), tergolong menggunakan teknologi,
namun merugikan yakni penggunaan pestisida dan pupuk kimia dan lain sebagainya.
Ketergantungan inilah yang
mengakibatkan petani di Indonesia
pada akhirnya tidak dapat lagi menemukan margin dari input yang diperlukan dan
hasil yang diperoleh. Era ketergantungan ini akhirnya membuat beban petani
menjadi semakin berat. Mahalnya pestisida, pupuk, tidak seimbang dengan
pendapatan yang diperoleh. Hal ini juga berlangsung hingga saat ini.
Pada tahun 1995 Indonesia mulai
mengurangi subsidi untuk input pertanian, walaupun subsidi untuk pestisida
telah dilarang bebarapa tahun sebelumnya (pada tahun 1989). Hal ini yang
membuat para petani semakin sengsara. Pupuk, pestisida dan industri pertanian
akhirnya jebol dan dikuasai oleh pedagang-pedagang besar.
Penggunaan bio pestisida di Indonesia
tidak mengalami perkembangan yang berarti sejak diperkenalkan pada sekor
pertanian di Indonesia yang muncul 20 tahun lalu. Perkembangan bio pestisida
jauh tertinggal dibanding perkembangan pestisida sintetis. Hingga saat ini
penggunaan pestisida di sector pertanian Indonesia cenderung stagnan. Jenis bio
pestisida yang sudah terdaftar dan dipasarkan secara komersial hingga saat
ini berkisar 20-30 jenis, tetapi belum
didaftarkan oleh penelitinya.
3. Peraturan Perundangan yang Berkaitan dengan
Pestisida
1.
PP
RI No 7 Thn 1973
Tentang
Pengawasan atas Peredaran Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida.
2.
SK Menteri Pertanian No
280/Kpts/Um/6/1973
Tentang Prosedur Permohonan
Pendaftaran dan Izin Pestisida
3.
UU
No 11 Thn 1962
Tentang Hygene Untuk Usaha-Usaha
Bagi Umum
4.
UU
No 1 Thn 1970
Tentang Keselamatan Kerja
5.
UU
No 4 Thn 1982
Tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok-Pokok Lingkungan Hidup
6.
UU
RI No 23 Thn 1992
Tentang Kesehatan
7.
Permenkes RI No 258 / Menkes / PER / III / 1992
Tentang Persyaratan Kesehatan
Pengelolaan Pestisida
8.
Keputusan
Dirjen P2M PLP No 32 – I / PD.03.LP / 1993
Tentang
Persyaratan Tempat Pembuatan, Penyimpanan, Penyajian dan Pengangkutan
Pestisida.
4. Penggolongan Pestisida
Pestisida dapat digolongkan berdasarkan
sasarannya maupun susunan kimianya.
4.1 Penggolongan pestisida menurut jasad sasarannya
Penggolongan
pestisida berdasarkan jasad sasarannya, terdiri dari :
1)
Adultisida : Pestisida untuk nyamuk dewasa
2)
Akarisida : Pestisida untuk tungau dan caplak (acariana)
3)
Bakterisida : Pestisida untuk bakteri
4)
Fungsida : Pestisida untuk cendawan (jamur)
5)
Herbisida : Pestisida untuk gulma/ tumbuhan pengganggu
6)
Insektisida : Pestisida untuk serangga.
7)
Larvasida : Pestisida untuk membunuh larva
8)
Molusisida : Pestisida untuk keong/ siput
9)
Nematisida : Pestisida untuk Nematode
10) Ovisida : Pestisida untuk telur hama (semut,
nyamuk)
11) Rodentisida : Pestisida untuk binatang pengerat
12) Termisida : Pestisida untuk rayap
4.2 Penggolongan Pestisida Berdasarkan Susunan
Kimianya
Penggolongan
pestisida berdasarkan susunan kimianya, terdiri dari pestisida organik dan
pestisida anorganik. Pestisida organik, berdasarkan sumbernya terbagi menjadi
dua, yaitu alami dan buatan.
4.2.1 Organik
a. Alami
§
Hewan :
1.
Benzena
2.
Gasolin
3.
TER
4.
Solar
5.
Kerosin
6.
Ether
7.
Napthalin
8.
Aceton
§
Tumbuhan :
1.
Nikotin
2.
Rosmetrin
3.
Pyrethrum
4.
Dimetrin
5. Rotenone
6. Aletrin
b.
Sintetis ( Buatan )
1. OCI ( Organo Chlorin Insektisida )
2. OFI ( Organo Phospat Insektisida )
3.
OKI
( Organo Karbomat Insektisida )
Tabel 1
Perbedaan
Pestisida Organik Sintetis (Buatan)
No
|
OCI
|
OPI
|
OKI
|
1
|
Mengandung unsur Chlor
|
Mengandung unsur Phospat
|
Mengandung unsur Sulfur
|
2
|
Sangat beracun/ daya racun tinggi
|
Daya racun rendah terhadap lingkungan, manusia, hewan
dan tumbuhan (di luar hama)
|
Daya racun rendah terhadap lingkungan, manusia, hewan
dan tanaman (di luar hama)
|
3
|
Tidak mengikat enzim Cholinesterase
|
Mengikat enzim Cholinesterase
|
Mengikat enzim Cholinesterase
|
4
|
Bersifat komulatif di alam (tumbuhan, hewan dan
manusia)
|
Tidak komulatif di alam (tidak terjadi penumpukan)
|
Tidak komulatif di alam (tidak terjadi penumpukan)
|
5
|
Persisten di alam (lama berada di alam)
|
Tidak persisten
|
Tidak persisten
|
6
|
Sudah tidak digunakan
|
Masih digunakan
|
Masih digunakan
|
4.2.2 Anorganik :
- Calsium
Arsenat
- Sodium
Arsenat
- Mangan
- Lead
Arsenat
- Barium
Arsenat
- Fosfor
- Oryolit
- Paris
Green
- Antimon
- Belerang
- Fe, Cu, Ca
5. Formulasi dan Bahan Aktif Pestisida
Tabel
2
Formulasi
dan Bahan Aktif Pestisida
No
|
Formulasi
|
Bahan aktif dan kadarnya
|
1.
|
Abate 1 SG
|
Temephose 1 %
|
2.
|
Baygon Aerosol
|
Propoxur 2,0 %
Diklorvos 0,5 %
|
3.
|
Icon 25 EC
|
Sihalotrin 25 %
|
4.
|
Lorsban 480 EC
|
Klorpirifos 48 %
|
5.
|
Mortein 0,27
|
|
6.
|
Diazinon 60 EC
|
Diazinon 60 %
|
6. Keuntungan dan Kerugian Penggunaan Pestisida
6.1`Keuntungan
:
- Cepat
membunuh hama / dalam waktu relative singkat
- Dapat
menurunkan wabah penyakit dengan cepat
- Dapat
memutuskan mata rantai penularan penyakit
- Penggunaanya praktis
6.2 Kerugian
:
- Mencemari lingkungan
: air, tanah, udara.
- Menimbulkan
keracunan pada manusia dan hewan.
- Dapat
membunuh bintang lain selain hama sasaran
- Dapat
menimbulkan resisten terhadap hama sasaran
- Meninggalkan
residu pada tanaman ( sayuran ) di pertanian.
- Dapat menimbulkan bau tidak
sedap
- Menimbulkan minyak pada lantai
( Fogging ).
- Menimbulkan kerugian ekonomi
- Harganya mahal
7. Kesimpulan
Pestisida merupakan bahan kimia maupun bahan lainnya serta
jasad renik yang dapat digunakan untuk mengendalikan hama. Penggunaan pestisida
di Indonesia dimulai pada tahun 1974-an. Pestisida yang peratam digunakan
adalah Temephos, yaitu pestisida yang digunakan untuk memberantas Aedes aegypti dan diikuti dalam bidang
pertanian. Penggunaan pestisida di bidang pertanian diperkenalkan pada orde
baru setelah revolusi hijau pada tahun 1985/1986-an dan sampai saat ini
perkembangan pestisida dalam bidang pertanian tidak mengalami perkembangan yang
berarti.
Penggunaan pestisida perlu diawasi, serta sesuai takaran
yang ditetapkan dan menjadi prioritas terakhir. Sehingga tidak
akan terlalu berbahaya bagi kehidupan dan tidak menimbulkan dampak yang
negative.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, Azrul. Pengantar
Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta : Mutiara, 1981.
Iskandar, H. Adang.
Pemberantasan Serangga dan Binatang Pengganggu. Jakarta
:1985.
Sucipto,Cecep D. Vektor Penyakit Tropis, Yogyakarta: Gosyen
Publisihing, 2011
Seregeg, I. G. Diktat
Tinjauan Tikus – tikus dan Binatang Serupa Tikus di Jawa.
Jakarta : Universitas Indonesia , 1979.
Sukapradja, Dradjat.
Bahan Kuliah Pemberantasan Serangga dan Binatang
Pengganggu. Bandung : 1987.
1 komentar:
Izin promo ya Admin^^
bosan tidak ada yang mau di kerjakan, mau di rumah saja suntuk,
mau keluar tidak tahu mesti kemana, dari pada bingung
mari bergabung dengan kami di ionqq^^com, permainan yang menarik dan menguras emosi
ayo ditunggu apa lagi.. segera bergabung ya dengan kami...
add Whatshapp : +85515373217 ^_~
Post a Comment